Menu

Mode Gelap
Api Prometheus I Cerpen – Aldi Rijansah Puisi Ngadi Nugroho Asmara yang Tidak Diakali Waktu Puisi Maulidan Rahman Siregar Puisi Ilham Wahyudi

Puisi · 24 Aug 2025 05:53 WIB ·

Puisi Riska Widiana


 WikiArt.org Perbesar

WikiArt.org

DI RUMAH SAKIT

Setiap hari
Bunga terus berguguran di dalam hati
Waktu berdetak, semakin sakit
Seakan menikam
Mengantar pada keberangkatan
Kita seakan dipaksa pergi

Setiap pagi terlahir
Semakin dekat menuju ketakutan sesungguhnya
Aku tak ingin ibu pulang
Aku tak ingin di sini
Dalam ruangan membekap
Sedangkan waktu demi waktu
Berguguran di tanganku

Di ruangan ini
Suatu hari, aku lihat langit biru
Suasana cerah begitu bening
Bagai mata ibu di kala itu

Aku bergumam dari jendela
Yang basah oleh hujan semalam
Bertanya-tanya dengan menatap cakrawala
Betapa bahagianya orang-orang di luar sana
Menikmati cuaca sesegar apel merah

Lalu, aku tersedu diam
Aku rindu rumah, rindu segala suasana
Dalam tiga malam
Seperti bernapas di dalam air
Lalu dipaksa hidup dengan sesak

Waktu berguguran dari wajah jam yang bundar
Dinding putih gading itu menyiksa sadar
Aku tak bisa terus menangis
Juga tak bisa lagi tersenyum setipis garis

Mataku berat
Hatiku basah
Dada tenggelam
Di malam-malam panjang
Tak ada lagi mimpi
Sibuk memikirkan nasib
Apakah kami pulang dengan tawa?
Atau taburan bunga?

Riau, 10/4/2025

SEMENJAK IBU PERGI

Mula-mula setelah bunga layu di pusara
Ia tak langsung mengering
Masih ada hujan dan embun
Membuatnya basah dalam waktu
Beberapa saat
Sebelum matahari
Menerbangkannya jauh
Ke tempat berantah lalu pasrah

Benar saja, aku kira segalanya mudah
Tapi begini
Aku berjalan di sebuah jalan
Mula-mula satu batu, semakin jauh
Batu-batu membukit, lubang kian banyak
Aku tak bisa menahan letih

Kesedihan juga pada awalnya seringan daun
Jatuh di tangkai dan dihempas angin
Tapi, pada masanya ia akan merebuk
Bersama tanah dingin
Tak ada angin bisa menerpanya lagi

Setelah ibu pergi
Paling berat adalah rindu, bukan pilu
Sampai kapan pun
Usia akan terus mengandungnya
Kerinduan takkan pernah dilahirkan
Sebab id diciptakan untuk dikenang

10/4/25

BUNGA JATUH KE TANAH

Mimpiku mekar, lalu layu
Jatuh ke tanah
Terkubur dalam, hingga kelam
Di mana lagi mimpi bernapas
Ia telah dikubur dalam hati
Sejauh laut membawa ombak

Di tepi laut, sebisu batu
Aku merelakan hari-hari berlalu
Sedangkan kota bekerja
Gedung-gedung tumbuh
Seperti pohon, menambah cabang

Sebuah batu
Kian lama, akan keropos
Dihempas napas zaman
Sekali ia berembus
Satu peradaban dihempas

Kau hanya batu
Di antara reruntuhan masa
Waktumu hanya berwarna abu
Selebihnya hilang dalam usia
Seperti es di bawah matahari

Riau, 12/4/025

Riska Widiana. Berdomisili di Riau Kabupaten Indragiri Hilir. Karyanya termuat ke dalam media cetak dan online dan beberapa antologi . Juara satu dalam lomba tingkat Nasional, Peraih Anugerah Puisi Terbaik, (Negeri Kertas, 2022) dan kategori Puisi Terbaik Nasional dari Penerbit Alqalam Batang dan Salam Pedia, 2021)

Artikel ini telah dibaca 201 kali

Baca Lainnya

Puisi Salman Alade

20 October 2025 - 00:31 WIB

Billy Apple, Portrait of The Artist in Drip Dry Suit, 1962 via WikiArt.org

Puisi Rio Fitra SY

27 September 2025 - 19:10 WIB

Edvard Munch, The Lonely Ones, 1935

Puisi Bulan Maharani

10 August 2025 - 14:30 WIB

WikiArt.org

Puisi Maulidan Rahman Siregar

2 August 2025 - 02:33 WIB

WikiArt.org

Puisi IRZI

20 July 2025 - 21:08 WIB

WikiArt.org

Puisi Sindi Putri Oktafiana

7 July 2025 - 14:33 WIB

WikiArt.org
Trending di Puisi