Menu

Mode Gelap
Api Prometheus I Cerpen – Aldi Rijansah Puisi Ngadi Nugroho Asmara yang Tidak Diakali Waktu Puisi Maulidan Rahman Siregar Puisi Ilham Wahyudi

Puisi · 2 Jul 2023 09:33 WIB ·

Puisi Ilham Wahyudi


 Puisi Ilham Wahyudi Perbesar

Sakit

Ia petik luka dari tubuh luka yang sekarat; agar pedih tidak pergi ke mana-mana. Seumpama nganga sayatan diguyur jeruk muda belia. Mungkin akan lebih dramatis bila sebuah lagu (sebut saja) Get Your Gun, Marilyn Manson diputar bersamaan, lampu mati, dan darah yang menggenang di lantai—kengerian yang sahih. Ia menjerit, tapi bukan sakit. Itu suara yang terkubur dari ruam masa lalu (masa kanak-kanak) yang pilu. Dan luka itu meluas; terus meluber ke masa-masa akan datang. Ialah luka; yang kini kita sebut sakit.

RestArea 100, 2023 

 

Celaka

Celakalah Tuan, celakalah
Bila Tuan tak segera turun sebenang
Sedang Tuan paham betul
Puan telah meminum tuba
Lantaran gelombang rindu
Yang Tuan hantamkan
Telah pula porak-porandakan;
Pikiran akan rencana-rencana
Yang rimbun menjuntai
Nyaris mencium tanah

Akasia 11CT

 

Bila Ia Tertidur

Bila ia tertidur dalam tidurnya
Sering sekali ia menemukan
Dirinya yang berbeda:
Memegang belati dan sebuah kepala
Yang masih basah akan darah
Yang ia bawa ke mana-mana
Sambil berteriak, “Sudah kupenggal!
Belati ini saksinya. Siapa setelah ini?”

Akasia 11CT

 

Puisi Kamar

Pada tidur yang lain
Ia mendengar suara musik
Tindih menindih dengan desah
Yang menggenang pada sebuah kamar
Gelap penuh asap sigar Sumatera yang khas
Ia coba kepung waktu supaya tak lari keluar, dan
Buru-buru ia dorong masuk ke dalam sajak pendeknya
Yang tak juga diterima surat kabar atau penerbit, pun kawan
Maka sejak itu lahirlah puisi-puisinya yang gelap; yang kini kita sebut
Puisi kamar

Akasia 11CT

 

Puisi Kamar

Alangkah bahagia hatinya bila telah habis
ia genapkan malam; seperti kanak-kanak
yang berhasil menyusun kotak Rubik.
Ia pandangi tubuhnya mulai dari ujung kaki
sampai pucuk rambutnya yang keperakan.
“Jauh sudah, namun belum jua sampai
apakah perjalanan ini berakhir padanya?”
Dengan kata lain ia masih akan serupa itu
seterusnya begitu, dan akan terus saja begitu
menyusun kotak-kotak pertanyaannya sendiri.

Akasia 11CT

 

Kenangan

Tak ada patung Laksamana Ceng Ho
Semua menyaru wajah kamu; relief-relief
Yang bercerita, pun menjadi cerita-cerita
Tentang kamu; kamu yang lincah berlari
Sambil dengan manja memintaku mengabadikan
Kenangan di setiap sudut klenteng tua itu
(Seperti aku yang telah pula memahat kenang di setiap lekuk tubuhmu)
Tapi tahukah kamu apa itu kenangan?
Kita terlampau banyak membatik mimpi
Dan rencana-rencana, namun gagap
Bagaimana cara membahasakannya
Sampai waktu yang acuh diam-diam
Melerai kita; tinggallah kita yang papa
Mengutipi serpih-serpihnya: berharap
Kelak ada hari baik memperbaikinya

Semarang, 2023

 

Artikel ini telah dibaca 123 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

Puisi Pringadi Abdi Surya

1 December 2024 - 06:37 WIB

Ilustrasi: Talia Bara

Puisi Lalu Azmil Azizul Muttaqin

17 November 2024 - 20:46 WIB

Walter Battiss, Bird, Monkey and Woman, via Wikiart.org

Trivia Kampung Sawah, Antologi Puisi IRZI

15 November 2024 - 02:09 WIB

Instagram: penerbitvolodrom

Puisi Yeni Purnama Sari

10 November 2024 - 01:17 WIB

Puisi Arif P. Putra

10 November 2024 - 00:45 WIB

Puisi Imam Budiman

3 November 2024 - 22:05 WIB

M.F. Husain, The Preacher at Mecca, via Wikiart.org
Trending di Puisi