BERCERITA TENTANG MASA KECIL KEPADA DIRIKU SENDIRI
AGAR AKU TIDAK LUPA BAHWA AKU PERNAH BERSEDIH
DENGAN RIANG-GEMBIRA.
Ini april yang gersang
Sangat bahaya untuk sepasang mata hujanmu
Tapi kau tak butuh hujan
Untuk menjatuhkan masa kecil
Dari langit ingatanmu yang lindap malu-malu itu
Sini kuceritakan padamu:
1
April dengan langit yang sama
Pohon jambu besar di depan rumah kita
Menggugurkan daun-daunnya dengan suka-cita.
Kau di jendela
Menciptakan hujan sendiri
Langit tidak pernah ingin tahu
Semua teman sebayamu pergi berlibur ke pantai
Makan ikan langsung dari pinggir laut
Melihat matahari tenggelam
Membikin istana pasir
Berkali-kali menelungkup-telentangkan
Cangkang umang-umang
Begitu gampang bahagia tercipta
Seperti orang-orang dilanda asmara berat.
Kau di jendela
Menciptakan hujan sendiri
Ibumu di dapur merebus daun singkong.
2
Suatu hari di hari selasa
Ibu marah-marah pada Tuhan
Kakak marah-marah pada Tuhan.
Semua orang marah-marah pada Tuhan.
Kemudian memelukku bergantian
Aku tidak mengerti
kenapa Tuhan selalu disalahkan
dengan cara menangis berjamaah?
Ayah tidak suka marah-marah
Senyumnya rekah bunga mawar pagi hari
Tiada putus menjalin
Sejuk dan dingin.
Aku tersenyum
Menghidupkan kembali patahan kata
Yang pernah digugurkan kemarau
Dari bibir ayah.
“Semua waktu terbentur
pada kedukaan yang tak sama
Semua orang menyalahkan Tuhan
Untuk apa yang tidak pernah ia miliki.”
3
Hari pertama masuk sekolah menengah pertama.
Untuk pertamakali dalam hidupmu
Kau mengenali jatuh cinta
Cinta biasa-biasa saja
Belum banyak tahu tentang neraka
Begitu dekat dan bahaya
Mengintai dari balik kutang perempuan sebayamu
Yang baru belajar mengenakan kutang pertamanya.
Kau jatuh cinta pada teman sebangkumu
Perempuan penyuka kupu-kupu.
Ia suka bersedih
Agar mampu menciptakan banyak sekali kupu-kupu kertas
di dalam kamar sendiri.
Kau berkirim banyak sekali surat
Kau letakkan diam-diam di bawah kolong meja
Berkali-kali
Sebab cinta yang kau pahami
Baru sekadar kegiatan saling berkirim surat
Dari meja ke meja, dengan tulisan apa adanya.
Pada suatu hari yang tak kau mengerti
Ia memohon
Minta diberikan sebentuk rasa sakit
Agar bisa lebih lama lagi di dalam kamar
Membikin kupu-kupu kertas
Di langit-langit kamar
Kesedihan akan terbang dengan riang-gembira
Katanya.
Ia suka memotret momen-momen semacam itu
Kupu-kupu terbang
Kesedihan terbang
Kedua-duanya terbang berbarengan
Sebab segala yang bisa terbang
di matanya selalu terlihat begitu indah.
Kau mengabulkannya
Di patah hati pertamamu itu
Kau ikut-ikutan menyukai kupu-kupu.
4
Di ulang tahun ke tujuh belasmu
Semua temanmu datang
membawa banyak sekali lilin
Kemudian bergegas memohon
agar kau segera meniupnya padam.
Kau meniupnya
dengan hembusan paling cangkung
tatap matamu penuh ragu
Lilin padam jua kiranya
Semua orang menghadiahimu
tepuk tangan paling riang-gembira.
doa-doa panjang umur
dan perayaan-perayaan sejenisnya
Tanpa pernah tahu bahwa;
lilin yang mati oleh hembusan doadoa itu
Ialah jatah hidup yang dipudurkan waktu.
Kau menangis sebisamu
Diam-diam.
Hanya Tuhan yang tahu
5
Hari ini kau sudah dewasa
Pohon jambu di depan rumah kita
sudah lama berhenti menggugurkan daun-daunya
Kau masih di jendela
Menggerutu mengutuki masa depan sendiri.
“Betapa bahagia masa kanak yang bertalu-talu itu
Di dalamnya semua orang boleh bersedih seenak hati.”
Batam, 2018
DI DALAM PESAWAT TERBANG
Di dalam pesawat terbang
Semua orang mudah sekali
Menjadi orang baik.
Tuhan ada
Di waktu-waktu paling gawat
Di dalam cumulonimbus
Turbulensi berkali-kali
Semua orang fasih menyebut nama Tuhan
Dengan baik dan benar.
Batam, 2018
CARA JITU MEMBIKIN KELUARGA BAHAGIA
Jangan percaya pada rindu
Seringkali ia berdusta
Mimpi yang timbul setelahnya
Seekor bunglon yang piawai berubah warna
jadi abu-abu dan suram.
Televisi menyala menonton diri sendiri
Spongebob Squarepants tertawa
Untuk pagi yang cerah di Bikini Bottom
Tidak ada sinetron pagi-pagi hari
Semua orang belum siap bersedih
Untuk adegan-adegan basi
Yang diulang berkali-kali
Tahun demi tahun.
Istriku di dapur mengupas kulit bawang
Berkali-kali menyeka air mata
Semacam latihan dasar
Kalau sekiranya suatu ketika
Kesedihan tak dapat dielakkan lagi.
Aku di beranda membaca koran
Bayi-bayi mati dibunuh Ibu kandung sendiri
Tidak ada kopi hari ini
Dan untuk hari-hari selanjutnya.
Sebab dulu di umur pernikahan kami
Yang ke dua puluh tahun
Aku diserang fobia berat
Ada banyak hantu
Di dalam secangkir kopi
Pada suatu ketika di hari minggu
Istriku menyeduh kopi Aceh asli
Permukaannya berputar seperti putaran waktu
Membawa ke tempat yang selama berpuluh tahun
Ingin kami lupakan.
Taman dan kasmaran
Balon lima warna
Sepasang eskrim strawberry
dan mimpi-mipi baik semisal
Setiap pagi menonton film kartun
Bersama anak-anak
Tertawa terbahak-bahak
Ah, sudahlah!
terlalu pagi untuk bersedih
Televisi masih menonton diri sendiri
Tokoh anime kesukaan kami
Pernah berkata:
Jika belum bisa bahagia
Jalan satu-satunya
Hanya bersedih dengan riang-gembira.
Batam, 2018
BICARA SURGA DI TEMPAT HIBURAN MALAM
Orang-orang banyak bicara tentang surga
Dengan mulut disumpal mual berkepanjangan.
Cahaya berkedip canggung
Membuntuti nada musik orang jauh
Tuhan tidak ada di sini katamu.
Seorang yang lain lagi berkata;
Neraka satu-satunya tempat yang ingin dilupakan semua orang.
Ada banyak kejadian di luar sana
Kita di tahun-tahun penuh hantu
Bertenang-tenanglah mencium aroma surga
Bidadari menari-nari dengan gemerincing gelang kaki motif naga
Maka berbahagialah!
Tandasnya.
Orang-orang masih banyak bicara tentang surga
Dengan mulut disumpal mual berkepanjangan
Seperti tiada putus berkabar bahwa surga ialah candu;
wiski dan gemerincing gelang kaki penari
memabukkan banyak lelaki.
Musik yang sama diputar berkali-kali
Orang-orang melupakan neraka barang sebentar
Mengutuki nasib sendiri
Aku ikut-ikutan mabuk dan mual-mual
Dan mulai jatuh cinta pada bunyi apa saja.
Aku sempoyongan
Dengan susah payah berdiri
Berjalan pelan ke arah pintu keluar
Menyelinap di antara orang berjoged dan bahagia.
Singgah sebentar di meja kasir
Berbisik kecil tentang surga
“Di sini tidak ada Tuhan
Surga alamak nikmatnya.
Aku ingin buru-buru keluar dari tempat ini
Mencari surga yang ada Tuhan di dalamnya.”
Batam, 2018
HARI PERTAMA DI KOTA
Aku pikir tak ada yang musti kucemaskan lagi
Sudah kuucapkan kalimat selamat tinggal termanis;
Aku berangkat, sudah kutitipkan laut di matamu
Agar kau bisa bersedih sesuka hati.
1
Ini hari pertamaku di kota
Di depan toko mebel
Angin menerbangkan aroma serbuk kayu ke hidungku.
Seperti diseret candu tuak penuh ragi
Ke warung-warung dengan lampu penerang seadanya.
Aku masuk ke toko mebel
Membuka pintu ragu-ragu.
Hutan dan hujan menjebakku
Antara deru pohon-pohon
Ditumbangkan musim dan mesin
Burung-burung terbang rendah
Terpencar mencakar-cakar waktu
Yang tiba-tiba saja menjadi suram dan bahaya.
2
Seperti orang-orang tersesat
Aku jalan ke pusat perbelanjaan
Di toko baju bulu kudukku merinding.
Suara-suara semua jenis binatang buas
Menyalak dan mengaum
Mendesis dan meringis
Tas motif kulit harimau digantung berbaris memanjang
Di sebelahnya celana panjang motif ular piton raksasa.
Seminggu yang lalu seekor kambing mati
diterkam harimau sumatra di belakang rumah kami.
Harimau ditangkap
Di bawa ke kota untuk dipelihara katanya.
di toko baju aku menemukannya kembali
Sedang menyembunyikan daging dan tulang-tulang sendiri.
3
Ada banyak hal yang tak mampu ditolak
Seperti rasa lapar dan cinta.
Aku orang desa yang baru pertamakali
Menginjakkan kaki di restouran.
Buku-buku menu berbahasa orang jauh
Menu paling panjang dan sulit dihafal
Itu yang paling enak kata temanku.
Pelayan membawa mangkuk putih dan polos
Bergaya mangkuk orang tionghoa
Tidak ada gambar ayam jantan
Atau gambar mawar merah
Seperti mangkuk penjual mie rebus
Di kantin sekolahku dulu.
Sepasang udang rebus
Sekepalan nasi putih
Aku menyantapnya
Dengan sukacita.
Bapakku nelayan
Di laut menahan kantuk dan petaka
Ombak bisa saja tiba-tiba menjadi liar dan bahaya
Ibuku petani
Di sawah bermandi miang dan rasa gatal bertubi.
Sebab tak ada yang lebih menakutkan selain rasa lapar
Aku keluar dari restauran
Menyeka peluh di kening
Dua ekor udang rebus
Sekepalan nasi putih
Seharga biaya hidup sebulan di kampung.
Aku pikir tak ada yang musti kucemaskan lagi
Selain menyesali ucapan kalimat selamat tinggal termanis padamu;
Aku berangkat, sudah kutitipkan laut di matamu
Agar kau bisa menangis sesuka hati.
Aku ingin pulang!
Padang, 2017
Dafrika Doni, lahir di Kajai, Talamau, Sumatera barat. Sekarang sibuk bekerja dan menikmati puisi sebisanya.







