Memasuki musim tanam, Ali selalu rajin membantu Bapak di sawah untuk mencabut rumput setiap hari Minggu pagi. Selain untuk mengisi hari libur, hal itu juga dilakukan karena ingin mencari Kembuay, keong sawah.
Di suatu pagi, gerimis turun. Bapak dan Ibu khawatir jadi tidak bisa berangkat ke sawah. Sementara Ali harus berangkat lebih pagi karena ada ujian. Setelah berpamitan, ia berangkat ke sekolah.
“Kamu tidak sarapan dulu, Nak?” tanya Ibu.
“Tidak, Bu. Hari ini ada ujian. Ali takut terlambat,” jawab Ali. Ia buru-buru berangkat sekolah.
“Ya sudah. Langsung pulang ke rumah setelahnya ya, Nak.” Pesan ibu setelah Ali berpamitan.
“Iya, Bu. Assalammualaikum.”
“Waalaikumsalam.”
Dengan menaiki sepeda, Ali mengayuh pedalnya dengan kencang. Meski gerimis, ia tetap bersemangat pergi ke sekolah yang berjarak sekitar lima belas menit dari rumahnya.
Benar saja. Sesampai di sekolah, semua sudah ramai berkumpul di depan ruang kelas. Beberapa sibuk membaca buku catatan.
*
Dua jam berlalu. Ujian praktik akhirnya selesai. Ali begitu girang karena bisa pulang cepat. Saat di perjalanan pulang, ia bertemu Ratih.
“Ratih, apakah kamu suka makan Kembuay?” Ali bertanya, ingin tahu apakah Ratih suka makan Kembuay.” Ratih menggeleng.
“Kembuay tuh apa ya Ali?”
“Kembuay adalah sejenis keong sawah. Rasanya lezat dan penuh gizi. Ibu selalu memasakkannya untukku.” Ali bercerita dengan penuh semangat.
“Kapan-kapan, nanti aku akan minta ibu memasakkannya untukmu.” Tambahnya lagi.
“Wah… aku jadi gak sabar ingin memakan Kembuay masakan ibumu, Li,” kata Ratih.
Di perjalanan pulang ke rumah, Ali mampir ke sawah untuk menemui Ibu dan Bapak. Ia bertanya apakah stok Kembuay di rumah masih banyak atau tidak. Janji untuk membawakan Ratih Kembuay masakan ibu membayang-bayangi.
“Bu, Kembuay yang belum dimasak masih banyak, kan?”
“Masih ada. Tapi tidak banyak. Hanya cukup untuk menu sarapanmu besok pagi. Ada apa, Li?” Ibu bertanya heran. Tidak biasanya Ali menanyakan persediaan Kembuay di dapur.
“Begini, Bu. Tadi pagi di sekolah, Ali berjanji untuk membawakan Kembuay masakan Ibu untuk Ratih, teman sekelasku. Dia siswa baru, pindahan dari Jambi,” kata Ali bersemangat.
“Aduh, persediaan Kembuay di dapur tinggal sedikit. Sedangkan di sawah kita juga sudah jarang terlihat dua hari ini. Lagipula, besok pagi ibu tidak sempat memasakkannya untuk temanmu.” Sesal ibu, membuat Ali kecewa.
Ali bersedih. Ia bingung harus berkata apa dengan Ratih jika besok ibu pun tidak bisa memasakkan Kembuay karena harus hadir memenuhi undangan rapat ibu-ibu PKK di kantor lurah. Tiba-tiba Ali punya ide. Ia berniat untuk mencari Kembuay di sawah Mang Tekno yang ada di ujung desa, tak jauh dari sawah orangtuanya. Bergegas, anak laki-laki itu pulang.
Setelah berganti pakaian, Ali langsung menuju bergegas menuju sawah Mang Tekno. Wah, benar saja. Di sepanjang jalan, ada banyak sekali Kembuay. Untung saja, Ali tidak lupa membawa Keruntung, bakul beranyam rapat dan bertali milik Bapak.
Satu-satu dimasukkannya Kembuay ke dalam Keruntung. Begitu asyiknya Ali hingga tanpa ia sadari hari sudah mulai gelap. Untunglah Mang Tekno lewat dan memintanya untuk pulang.
“Hei, Li. Hari sudah mulai gelap. Pulanglah!”
“Ah, iya Mang. Kembuay yang kutangkap pun sudah banyak. Terima kasih,” jawab Ali girang. Ia pun langsung pulang ke rumah.
Setelah makan malam, Ali nampak begitu lelah hingga tertidur lebih awal. Tapi syukurlah, ia jadi bisa bangun tidur lebih pagi keesokan harinya.
“Ali, ibu pergi duluan ya. Jangan lupa sarapan sebelum berangkat ke sekolah,” kata Ibu.
“Kembuay untuk Ratih, Bu?” tanya Ali.
“Itu bumbunya udah ibu racikkan. Jangan lupa Kembuaynya dibersihkan dulu sebelum dimasak. Kamu bisa, kan?” Jawab ibu yakin. Ali menganggukkan kepala.
Setelah salat Subuh, Ali mulai memasak Kembuay. Dicucinya kemudian memasukkan sedikit demi sedikit bumbu yang sudah diracik ibu. Dua puluh menit kemudian, Kembuay santan pedas akhirnya matang.
Hmmm.. rasanya pasti lezat. Aku yakin Ratih akan sangat menyukainya. Gumam Ali dalam hati.
***
Setelah semuanya sudah siap, Ali bergegas pergi ke sekolah. Ia sudah tidak sabar memberikan Kembuay masakannya kepada Ratih. Sesampai di sekolah, Ali menemui Ratih di kelasnya.
“Ratih, ini Kembuay yang aku janjikan kemarin. Tapi, maaf kalau rasanya tidak begitu lezat karena jbu tidak sempat memasaknya pagi tadi,”
“Wah, jadi ini masakanmu. Terima kasih ya Ali. Rasanya pasti sangat lezat. Aku akan memakannya nanti di rumah,” kata Ratih girang.
Ali pun merasa senang sekali bisa memperkenalkan menu Kembuay dari dusunnya kepada Ratih.(*)
Fitriani Eka, tinggal di Muara Enim, Sumatera Selatan.












