
Animal Farm
Identitas Buku
Judul : Animal Farm
Penulis : George Orwell
Penerjemah : Bakdi Soemanto
Penerbit : Bentang, Yogyakarta
Edisi : II
Cetakan : I, 2016; XIX, 2024
Tebal : iv+144 halaman
ISBN : 978-602-291-282-8
Semua bermula dari Major, sesepuh para babi di Peternakan Manor, yang bermimpi mengenai suatu masa dimana para binatang mengatur diri mereka sendiri. Binatang-binatang akan merdeka, independen, dan terlepas dari kekuasaan manusia. Major ini adalah binatang “yang tercerahkan” karena dia menyadari adanya ketimpangan hidup antara hewan dan manusia. Ada penjajahan dari manusia terhadap binatang. Saya kutip orasi Major di hadapan para binatang saat mereka berkumpul:
“Manusia adalah satu-satunya makhluk yang mengonsumsi tanpa menghasilkan. Ia tidak memberi susu, ia tidak bertelur, ia terlalu lemah menarik bajak, ia tidak bisa lari cepat untuk menangkap terwelu. Namun ia adalah penguasa atas semua binatang. Manusia menyuruh binatang bekerja, manusia mengembalikan seminimal mungkin hanya untuk menjaga supaya binatang tidak kelaparan, sisanya untuk manusia sendiri. Tenaga kami untuk membajak tanah, kotoran kami untuk menyuburkan tanah, tetapi tak satupun dari kami memiliki tanah seluas kulit kami.”
Mimpi Major akhirnya jadi kenyataan meskipun dia tidak sempat menyaksikannya sendiri karena keburu meninggal. Para binatang memberontak terhadap Pak Jones, pemilik peternakan. Revolusi itu berakhir dengan kemenangan para binatang terutama setelah Perang Kandang Sapi: perang para binatang dengan manusia pimpinan Pak Jones yang mencoba merebut kembali peternakannya.
***
Sebagai peternakan yang baru merdeka, para binatang mencoba membangun komunitas yang diimpikan: masyarakat binatang yang demokratis dan sejahtera. Setiap pekan mereka berkumpul untuk membahas dan memperdebatkan hal-hal terkait peternakan. Para binatang bekerja sesuai dengan potensi masing-masing dalam keadaan setara. Peternakan dikelola bersama dan untuk kepentingan bersama. Puncaknya, para binatang membuat konstitusi yang menjadi pedoman hidup di Peternakan Binatang. Mereka juga punya bendera dan lagu kebangsaan.
Tetapi masalah segera muncul karena terdapat dualisme kepemimpinan di peternakan. Snowball dan Napoleon, dua babi muda dengan pikiran cemerlang, saling berebut pengaruh. Dualisme itu makin tak terkontrol ketika polemik pendirian kincir angin di wilayah peternakan. Di suatu waktu perebutan kekuasaan terjadi dan Napoleon—dengan bantuan para anjing—berhasil menyingkirkan Snowball sehingga dia menjadi pelarian. Dengan tersingkirnya Snowball maka Napoleon menjadi pemimpin tunggal di Peternakan.
Di tangan Napoleon, kondisi peternakan dapat distabilkan. Tetapi situasi menjadi lebih rumit karena Napoleon lambat laun menampakkan sifat otoriter dan tiran. Di bawah kepemimpinannya, kesenjangan antar-binatang menjadi lebih terlihat (sesungguhnya benih ketidaksetaraan ini sudah lama ada). Napoleon menjadikan kekuasaannya tak tersentuh termasuk dengan mengubah konstitusi. Rakyat binatang, di luar kelas sosial tinggi seperti babi dan anjing, memiliki kehidupan yang lebih buruk ketimbang di masa Pak Jones. Napoleon benar-benar mabuk kekuasaan dan hasrat mempertahankannya secara mati-matian menjadikan keadaan rakyat binatang hidup di bawah tekanan. Masyarakat yang dicita-citakan Manor dan alasan mengapa pemberontakan terjadi justru makin jauh dan utopis.
Kisah ini berakhir dengan percekcokan kembali di Peternakan Binatang (yang kemudian diubah lagi jadi Peternakan Manor) antara Napoleon dan Pak Pilkington—tetangga peternakan, yang sebenarnya merupakan sekutu. Kekuasaan sedang dipertaruhkan dan diperebutkan kembali.
***
Animal Farm adalah pengingat sempurna bahwa mengelola kekuasaan bisa lebih sulit ketimbang merebutnya. Para binatang, yang mulanya merasa lemah dan tak berdaya, mampu mengorganisir diri ketika memiliki common enemy, yaitu Pak Jones. Tetapi begitu kekuasaan berada di tangan mereka, dan binatang tertentu merasa lebih unggul dibanding lainnya, kehidupan pada umumnya menjadi tak lebih baik. Kebanyakan binatang mengalami kembali ketidakberdayaan. Perbedaannya: mereka memiliki penguasa yang berbeda. Jika mulanya mereka dikuasai oleh bangsa lain (Pak Jones yang manusia), mereka kini dipimpin oleh bangsa binatang sendiri. Hasilnya: akhir yang sama-sama tidak bahagia karena racun kekuasaan memporak-porandakan segalanya.(*)
*M. Najibur Rohman, lahir di Rembang dan kini bermukim di Semarang. Beberapa resensinya pernah tayang di media seperti Suara Merdeka, Suara Pembaruan, Koran Jakarta dan Seputar Indonesia.












