Menu

Mode Gelap
Api Prometheus I Cerpen – Aldi Rijansah Puisi Ngadi Nugroho Asmara yang Tidak Diakali Waktu Puisi Maulidan Rahman Siregar Puisi Ilham Wahyudi

Puisi · 15 Dec 2024 17:48 WIB ·

Puisi Muhamad Kusuma Gotansyah


 Urban Landscape, 1922 via wikiArt.org Perbesar

Urban Landscape, 1922 via wikiArt.org

Cerita sedih urban (1)

Jika kau masih tidak percaya, aku bisa menuliskanmu sebuah catatan berisi berapa kata yang aku pakai setiap hari. Sesungguhnya aku hanya menggunakan dua ratus delapan puluh tiga kata per hari. Delapan puluh lima kata aku pakai untuk kelangsungan hidupku; menyapa perempuan tua yang hidup sendirian di rumah di sebelah rumahku, mengumpat kepada pengemis di tepi trotoar, mengucapkan salam pada orang-orang tidak penting, berkata kasar di jalan raya ketika macet, dan mengejek diriku sendiri.

Kemudian ketika malam tiba-tiba tiba, untuk pertama kalinya aku meraih telepon genggamku yang jauh lebih pendiam dari masa laluku. Aku mencari namamu di antara nama-nama yang asing, lalu menelponmu. Kau tidak pernah menjawab, maka aku pun meninggalkan pesan suara yang agak lama padamu, berisi aku mengatakan ‘aku mencintaimu’ sebanyak sembilan puluh sembilan kali. Begitu pula esok harinya. Begitu pula esok harinya kau tidak menjawab lagi.

*

Kau tidak pernah bilang padaku bahwa kau telah ganti nomor. Kau telah ganti telepon. Kau telah ganti warna. Kau telah ganti suara. Kau telah ganti.

2018

Cerita sedih urban (2)

Aku bersyukur dan berterima kasih kepada otak-otak brilian yang punya terlalu banyak waktu luang sehingga dapat menciptakan telepon genggam. Karena dengan alat tersebut aku dapat mengintipmu tanpa perlu takut bintitan, tanpa perlu takut bahwa aku tidak akan mendapatkanmu.

Aku bertambah bahagia ketika akhirnya aku dan kau dimasukkan ke dalam satu grup Whatsapp yang sama oleh teman-teman kita. Dengan begitu aku dapat menyimpan nomormu tanpa perlu menanyakan langsung padamu. Tetapi aku tidak pernah menyapamu, aku hanya mengintip kapan terakhir kali kau membuka Whatsappmu.

Suatu hari aku memberanikan diri untuk mengirim pesan kepadamu, dan kebetulan pula pada saat itu kau sedang online. Yang terjadi setelah itu adalah dua jempolku yang melayang di atas layar menunggu jawabanmu. Dua bola mataku yang memperhatikan namamu di pojok kanan atas. Dua centang biru yang lebih angkuh dari kenangan masa kecilku.

Tiga tahun kemudian dua centang biru masih bertahan di sana dan aku pun menjual telepon genggamku karena aku perlu makan dan aku tidak punya pekerjaan dan aku perlu menjual sesuatu agar dapat uang untuk dibelanjakan untuk membeli makanan. Namun setelah dipikir ulang, aku ingin membelanjakan uang itu untuk membeli telepon genggam baru saja.

2018

Cerita sedih urban (3)

Seorang gelandangan yang biasa tidur di depan rumahku berkata padaku bahwa aku akan melajang selama-lamanya karena aku adalah seorang penyair.

Aku membalasnya dengan berkata bahwa ia akan melajang selama-lamanya karena ia adalah seorang gelandangan.

Kemudian ia tertawa terbahak-bahak dan itu membuatku jijik.

Ia bertanya padaku, apa bedanya gelandangan dan penyair?

Aku menggetok kepalanya sekeras-kerasnya dan menyebutkan seluruh isi hutan Kalimantan untuk mengumpatnya.

Lalu aku kembali ke rumahku yang terletak di seberang jalan, di tepi trotoar, di dekat restoran cepat saji yang sering memberikanku makanan gratis.

2018

Cerita sedih urban (4)

Pacarku muncul lagi di televisi
Sebenarnya setiap hari ia di televisi
Dan aku adalah pemirsa yang setia
Aku rajin bekerja dan menabung
Demi membayar rekening listrik dan pajak televisi kabel

Aku selalu menonton si cantik itu
Di televisi setiap pagi siang malam
Lagi, lagi, dan lagi, riang dan temaram
Dan ia tidak pernah malu
Setiap aku bertepuk tangan untuknya

Tetapi pacarku bukan penyiar berita
Atau aktor sinetron ternama
Juga bukan pembawa acara tengah malam
Atau sutradara yang kadang tertangkap kamera
Atau penonton bayaran yang gemar tertawa palsu
Hanya bayangan maya yang tidak pernah nyata

2018

Cerita sedih urban (5)

aku harap sekolah-sekolah
mengurangi pekerjaan rumah
dan menambah waktu istirahat
serta toko-toko mengurangi
penggunaan plastik
lalu menambah pemakaian jiwa

semoga restoran-restoran
mengurangi vetsin dan minyak jelantah
kemudian menambah kesepian
karena setiap restoran membutuhkan rasa sepi
sebagai hidangan utama yang dipajang
di halaman muka menu makanan

dan andai saja aku dapat mengurangi jumlah namamu
dari catatan harianku, judul-judul puisi gagalku
dari bibirku
dari hatiku

2018

Muhamad Kusuma Gotansyah, lebih dikenal dengan panggilan akrabnya yaitu Gotan. Lahir di Tangerang, Banten, pada 14 Maret 2002. Menetap dan bersekolah di Kuala Lumpur. Gemar bermusik, menulis, dan membaca. Beberapa karyanya berupa cerpen dan puisi pernah dimuat di media-media online seperti Flores Sastra dan Nusantaranews.

Artikel ini telah dibaca 119 kali

Baca Lainnya

Puisi Moch Aldy MA

9 February 2025 - 15:11 WIB

Nicolae Tonitza, child head, via Wikiart.org

Puisi Ade Faulina

19 January 2025 - 20:01 WIB

WikiArt.org

Puisi Yana Risdiana

31 December 2024 - 17:18 WIB

WikiArt.org

Puisi Yana Risdiana

31 December 2024 - 17:12 WIB

WikiAart.org

Puisi Andy Sri Wahyudi

22 December 2024 - 23:02 WIB

George Stefanescu, Fishes at the Japan Sea, via WikiAart.org

Puisi Leya Kuan

15 December 2024 - 17:38 WIB

Willi Baumeister, Africa I, 1942 via WikiArt.org
Trending di Puisi