Kenduri Padang
bermula tale menyaru
mariwak pada setiap larik
dalam parit bersudut empat
: dusun tinggi pandan mengurai
jenang memukul canang
rapal kata menjemput roh
pada pematang yang ditinggikan
parit-parit diperdalam
gemericik air mengaliri tumpak batang padi
dalam dirimu sehampar ulayat diserahkan
kata itu menumbuh
bermiang
membulir
beberapa hampa saja
kata-kata tersusun dalam cerano
pada kunyahan sirih para tetua; ninik mamak nan berempat
dalam asuh rebana anak batino
merangkai bunga-bunga kertas sebagai mahkota; sungkun bagi tua teganai
segala yang terbaik kauhidangkan
tidak beremas, bungkal diasah
tutur pepatah mengalir di ujung lidah
kata-kata berumah dalam bahasa Ibu
memintal doa
penyaru segala baik
berpulang ke dalam diri
kemudian tahun-tahun bertanggalan
musim bertukar rupa
langkah-langkah berpaling
pematang rebah
tumpak sawah mengeras jengkal demi jengkal
ulayat terenggut darimu
menjadi jembatan yang tak mengantarkan kemana-mana
kecuali pada musim dengan nyanyian kian asing
telah layu kelopak bunga pada bingkai rotan
sungkun di tangan, kepada siapa hendak dipasangkan?
tapi, kata-kata terus menumbuh dalam dirimu
berkelindan melilit ingatan
saru-menyaru
meski lidahmu telah lama menanggalkan bahasa Ibu
Lima Puluh Kota, 2022-2024
Yeni Purnama Sari, lahir 22 Agustus di Sungai Penuh, Provinsi Jambi. Menamatkan jenjang S1 di UIN Imam Bonjol Padang. Semasa kuliah, aktif di Lembaga Pers Mahasiswa “Suara Kampus” dan Teater Imambonjol. Sempat mejadi wartawan pada salah satu media di Sumatera Barat sebelum akhirnya menjadi penulis lepas. Buku puisi tunggal pertamanya, “Berumah di Kesunyian” (Jbs, 2022).