Menu

Mode Gelap
Api Prometheus I Cerpen – Aldi Rijansah Puisi Ngadi Nugroho Asmara yang Tidak Diakali Waktu Puisi Maulidan Rahman Siregar Puisi Ilham Wahyudi

Puisi · 3 Nov 2024 22:05 WIB ·

Puisi Imam Budiman


 M.F. Husain, The Preacher at Mecca, via Wikiart.org Perbesar

M.F. Husain, The Preacher at Mecca, via Wikiart.org

Ngopi Hari Pertama di Mekkah

Di Daarat al-Maqha—jaraknya satu kali lari sprint dari Baitullah,
dengan sedikit ceroboh Ia memesan kopi rempah yang musykil.
Lidah udiknya menolak menjadi padang pasir. Tetapi, Ia takis
juga rasa aneh dari gelas kertas itu dengan perasaan ganjil.

Satu dialek menggulungnya ke dunia lain. Tak tercatat dalam
kitabullah lema ma’aleis—kuweis. Dan ribuan mufradat mati.
Di manakah sebenarnya leluhur bahasa mendirikan kemah.

19:35. Sebuah panggilan tiba dari pengeras suara: nama-Nya
merdu memantul, me-man-tul, mantap betul di mana-mana.
Dan manusia serupa koloni semut menjemput taburan gula
berdesak mencuri celah, memeluk ilah dari tepi sajadah.

2024

Quba—Nabawi 1446 Tahun Silam
Nabi Melalui Sepanjang Jalan Ini

Masih tersisa harum bukhur di pedestrian itu—saudi rupanya ingin
terus menambah legasi dengan megaproyek sab’ah masajid sekitar
sini. Di antara ratusan dara yang berteduh dan matahari yang masuk
ke kantung baju: lamat masih Ia dengar nyanyi thala’al badru.

Tasyahud jarum jam 09:45. Ia memastikan langkah dari maps:
4.8 kilometer—dan Ia seolah membaca sirah yang bergerak
memutar masa lalu: tanah, batu, pasir yang bersidahulu
mewartakan tibanya cahaya yang dinanti-nanti itu.

2024

Mengunjungi Perpustakaan Mekkah

Tempat lahirnya menjelma berjilid-jilid ensiklopedi. Tak ada waktu
kunjungan yang pasti. Sebuah daftar peminjaman barangkali sudah
lama tidak terisi—hanya sunyi yang semakin presisi. Dan hari ini
nasib perpustakaan masih tak berubah: seisi layar ponsel lebih
dicintai daripada katalog yang tak pernah lagi diperbaharui.

Apakah orang-orang di kota ini masih membaca buku?

Dan seorang ibu berkata: jadilah pengetahuan, anakku
yang tumbuh dari rahimku. Meski aku jauh—aku jauh.

2024

Berjumpa Sudais di Pintu 329

Ketika menanti Isya tiba, ilah menuntun langkah kakinya keluar
dari pintu yang berbeda. Sebuah barikade, yang ketat dan cermat,
menghalau saf milik bangla yang menanti sisa kurma. Ia berjalan
sebagai khadimul haramain—alangkah menyenangkannya
dapat merawat hal-hal yang kaucintai di tanah ini.

Lantas, tersiar hikayat ihwal doa ibunda di masa kecilnya
ketika harum masakan tiada bersitabik sebab ditabur pasir.

2024

Terjaga Tiga Puluh Menit
Sebelum Tiba Waktu Subuh

Tak tersimpan jasadku di menara tak berpenghuni
yang dilupakan, yang ditinggalkan, yang tercipta
dari sebusur mimpi yang mendamik tidurmu.

Maka kususun segala yang kekal dari kalimat
selamat tinggal, kepada doa kecil yang terakhir.

2024

Menyusun Maulid Diba’i

Telah diberkati tanah ini atas rombongan musafir
yang menjadi leluhurnya ketika bertemu kekasih
berabad lalu, masih hangat hikayat di masa kanak.

Zabid yang haus memintal hujan di tanah tandus
sebelum muhadis kecil sempat belajar menangis
ketika kabar kematian tiba, jauh di daratan india.

Bekal delapan dirham berpinak di tahun-tahun halakah
seratus ribu hadis yang terawat setiap pagi dan petang
menjadi kebun bunga yang tumbuh di alas keningnya.

Muhadis itu membuat peta baru dari fasal kesembilan
menjadi dua puluh lima setapak kecil menuju kekasih.

2024

Membaca Riwayat Melayu dalam
Manakib Kecil Hamzah—Nurudin

Dua lelaku penyair dari tanah
melayu, awal abad tujuh belas,
tidak sedang berdebat pulang
menuju ilah—selalu ada kaifiat
ihwal mencari dan menemukan.

Dalam kelana tak berkesudahan
antar pulau serta bandar-bandar
yang membawa sir penciptaan
diri—tanpa teori atau formula
yang baru disusun belakangan.

Satu menjadi mufti perumus ladang
kaidah fikih—ia berfatwa jika harus
beristinja dari karya sastra. satu lain
mendaku salik menyatu pada lembut
udara bersama zat yang tak berbatas
—habis kata dalam kitab petuahnya.

Adakah sebab relasi kuasa, justru
melunturkan kasih antar dua ulama?

Mereka mengulang sejarah serupa abid
di mana tubuh mesti berakhir di tiang
gantung. atas dalih stabilitas negeri
serta upaya merawat akidah, segala
yang batin, yang tak sesuai istiadat,
mestilah lantak dan musnah.

Tetapi nama tetaplah nama, yang harum
dan panjang—dua penyair itu masih
semayam di seberang sana.

2024

Imam Budiman, kelahiran Samarinda, Kalimantan Timur. Biografi singkat tentang dirinya termaktub dalam buku: Apa dan Siapa Penyair Indonesia (Yayasan Hari Puisi Indonesia, 2017); Ensiklopedia Penulis Sastra Indonesia di Provinsi Banten (Kantor Bahasa Banten, 2020); dan Leksikon Penyair Kalimantan Selatan 1930–2020 (Tahura Media, 2020).

Beberapa karyanya tersebar di berbagai media cetak nasional seperti: Tempo, Media Indonesia, Republika, Pikiran Rakyat, Kedaulatan Rakyat, Nusa Bali, Majalah Sastra Kandaga, dll. Pemenang terbaik pertama dalam sayembara cerita pendek pada perhelatan Aruh Sastra 2015 dan Sabana Pustaka 2016.

Pada tahun 2017 mendapat Penghargaan Student Achievement Award, kategori buku sastra pilihan, dari Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta serta ia meraih beasiswa kuliah singkat Klinik Menulis Fiksi di Tempo Institute tahun 2018.
Buku kumpulan puisinya: Kampung Halaman (2016) serta Salik Dakaik; Mencari Anak dalam Kitab Suci (2023). Saat ini, mengabdikan diri sebagai Guru Bahasa dan Sastra Indonesia serta Ketua Tim Perpustakaan—Literasi Pesantren Madrasah Darus-Sunnah Jakarta.

Artikel ini telah dibaca 86 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

Puisi Pringadi Abdi Surya

1 December 2024 - 06:37 WIB

Ilustrasi: Talia Bara

Puisi Lalu Azmil Azizul Muttaqin

17 November 2024 - 20:46 WIB

Walter Battiss, Bird, Monkey and Woman, via Wikiart.org

Trivia Kampung Sawah, Antologi Puisi IRZI

15 November 2024 - 02:09 WIB

Instagram: penerbitvolodrom

Puisi Yeni Purnama Sari

10 November 2024 - 01:17 WIB

Puisi Arif P. Putra

10 November 2024 - 00:45 WIB

Puisi Malkan Junaidi

23 October 2024 - 12:41 WIB

Children's Game by Tia Peltz via WikiArt.org
Trending di Puisi