Hujan 1
menyoal hujan
adalah serupa menyoal puisi
di balik setiap butirnya
membentuk bulatan-bulatan metafor
kita belum tahu pasti
dimana akhir
arah muaranya
kali ini
ia berloncatan begitu semarak
pada halaman dan
petak-petak ladang
derunya semacam langgam
rayuan
lalu
dengan sepenuh upaya
persis bijak
kita sok tuntas menafsirinya
tetap saja tersesat
sekedar berputar-putar
dalam labirin
rindu dan kenangan
tapi
bagi kami, anak tani
hujan adalah jawaban doa-doa
yang kami tabung lewat keringat dan lelah
pada sepenuh waktu
hingga ia
menubuh bumi
kemudian tumbuh tunas-tunas harapan
berbaris rapi pada garis pematang
dengan sebentuk batang-batang padi
dan jagung
nyatalah
sekalipun tak akan pernah tuntas
kami tulis semacam wasiat
semoga arah muara itu
juga melabuh di ulu batinmu
agar tak lagi kemarau
dan
segera tumbuh cabang-cabang keindahan
yang kemarin nyaris kering
remuk
dan hampir patah
sebab
bagi kami, petani,
hujan adalah kinasih
tuhan
memanifestasi untuk kehidupan
(semoga,
sebegitupulalah kinasihmu
pada tiap-tiap ‘ada’)
II
menyoal hujan
adalah juga semirip menyoal pelangi
misteri warna-warni
kita tak pernah tahu
kemana akhir
muara ceritanya
kecuali
sebatas potongan dongeng
semasih kecil
di sana ada bidadari, katanya.
kita pun ingin bertemu
untuk menanya tentang kecantikan
dimanakah letak rahasianya.
tapi
kami, petani
terlalu sibuk dengan tanah
tak sempat merenungi bianglala
yang takut menyentuh bumi itu
sebab,
liuk jagung dan pepadian
lebih seksi dari
bidadari
23/24-10-2020
Hujan 2
bagaimana mungkin kita lupa pada hujan
terutama aku kerap kali meneriaki dengan suara parau
bulatan-bulatannya melobangi halaman
ia jatuh lalu berarak seirama tandas sedu sedan
Ira dan Karin yang menyusun permainan canda tawanya
“ma, mau mandi” serunya
“jangan. dingin” jawab Ibunya
anak itu terus membelah hujan
melompat-lompat kegirangan
tanpa peduli petir dan suara guntur ibunya
bagaimana aku akan lupa pada hujan
derainya lolos dari sela genteng
semarak hingga ruang tamu dan dapur
bocor!!! katanya
mungkin pula ada rahasia yang belum tuntas ku maknai
ubin-ubin dingin
ia berpintalan dengan azan maghrib
merayu kedamaian nyenyak
mengatup mata dalam bungkus selimut.
“mari kau, ku hangatkan mimpi-mimpimu”
II
hujan
sekarang musim menanam
di ladang benih sudah tumbuh
juga
hujan
musim menanam kerinduan
31.10.2020
Hujan 3
pada hujan
pada air yang berguguran itu
membentuk lingkaran ada
semesta yang tak tersentuh.
suaranya merdu mendenting rindu
semacam doa yang hilir
mendandani ruang anganku
di tengah barisan sufi yang mabuk
aku ingin berputar
menemuimu
berdekatan
berdekapan
menyusun ulang imaji-imaji yang sempat terhenti
05.12.2020
Hujan 4
semakin mendekat, menderu. bola-bola hujan, jatuhannya membentuk not-not. berdentingan pada genteng rumah: merdu.
dua gadis kecil itu; Ira dan Karin, selalu saja menikmati lelehan dingin pada tubuh mungilnya. berjingkrak-jingkrak, berlarian menembus lorong-lorong kegirangan. “tante ayo mandi!”. serunya.
tanpa peduli kapan ia akan demam atau kena ledakan petir dari mulut ibunya. terus saja ia berlompatan, berlarian memutari halaman dan pancoran.
kemarin mendung ingin berkisah pada bumi. tapi urung. sementara, kita tak pernah kelar menata rindu, yang berserakan diantara layar smartphone atau lembaran buku.
“kemari hujan. cepatlah bergegas. menumbuhkan benih harapan. sebelum matahari kembali mengurai peluh-peluh di kulit coklat yang keriput.”
seperti sebelumnya,
kau adalah anugerah
yang harus ku awetkan dengan kata
dan do’a.
sekalipun sederhana.
“allahumma shayyiban nafi’ah”
28.05.2021
Hujan 5
barangkali hujan hal sederhana;
dentingan pada daun-daun, lompatan-lompatan riang di halaman, lalu berlarian menyusuri kelokan jurang.
barangkali memang hujan itu sederhana:
resah tanpa kata
atau rindu tanpa aksara,
atau ekspresi tanpa sketsa seperti merias wajah kasih di kanvas bulan.
bagi kami hujan keindahan.
ia jawaban
untuk kembali menanam.
jika kau bertemu kasihmu sebab beban rindu, begitulah rasanya.
12/15.06.2021
Sholehuddin. Sekarang tinggal di sebuah desa mungil di kabupaten Probolinggo. Tulisannya dimuat di beberapa media seperti Radar Bromo (Jawa Pos), alif.id, pena9.com. selain itu beberapa tulisannya juga dimuat dalam antologi Dringu Bagi Sesama (esai, 2021), Lentera Embun Pagi (puisi, 2017).