Menu

Mode Gelap
Api Prometheus I Cerpen – Aldi Rijansah Puisi Ngadi Nugroho Asmara yang Tidak Diakali Waktu Puisi Maulidan Rahman Siregar Puisi Ilham Wahyudi

Cerpen · 14 Nov 2023 04:50 WIB ·

Dia dengan Segala Ke-ISEKAI-annya – Cerpen Zuijink Yash


 Dia dengan Segala Ke-ISEKAI-annya – Cerpen Zuijink Yash Perbesar

 

Dia yang berhidung gepeng karena diinjak oleh kucing preman di kompleknya telah menghilang tadi malam, walaupun tetangga-tetangga menganggap ketiadaan dia sebagai bentuk pelarian karena tak mampu membayar utang tetangga dan warung—tidak membuat mereka selaku sahabatnya mempercayai klem busuk itu.
Bagi mereka, dia hilang karena masuk ke isekai bukan karena tak mampu membayar utang para tetangga dan warung. Hal ini diperkuat oleh sebuah pembicaraan yang pernah diadakan oleh dia di sebuah grup Whatsapp dengan pembukaan: tadi ore mendapatkan sebuah ilham dari Tuhan lewat mimpi bahwa pada waktu-waktu tertentu, portal isekai akan terbuka selebar mungkin. Dan tentu saja, makhluk-makhluk isekai bisa terjebak ke dunia kita kalau telat balik. ore pikir, keberadaan makhluk-makhluk mitologi atau ada yang menyebutkan sebagai makhluk-makhluk khayalan bukanlah khayalan belaka saja melainkan suatu kenyataan. Meccha omoshiroi desune~?
Mereka memberikan aneka respon dari yang menertawakan sampai ikut-ikutan percaya akan ucapan dia yang sangat imajinatif.
Akan tetapi, rasa khawatir telah merayap ke dalam persendian mereka yang kian hari rasa ngilu terus menyerang tanpa henti bahkan dalam beberapa waktu tertentu rasa khawatir bisa menjelma jadi sesosok iblis. Mengerikan.
“Bukankah dia sudah resmi gila?”
“Gila? Mungkin kita semua paham bahwa ada beberapa waktu, kewarasan dia pergi ke mana tetapi menyatakan dia resmi gila hanya karena celotehan halu, itu terlalu aneh.”
“Orang jenis mana yang memercayai mimpi absurd sebagai sebuah ilham? Jenis apa? Dia sudah gila!”
Dalam beberapa waktu kemudian, pembahasan perihal portal isekai pun sampai ke titik lebih lanjut, yakni sebuah skenario dunia isekai.
Mereka sama sekali tak berminat untuk mengikuti pembahasan dunia isekai yang hanya penuh rasa sedih dan ironi saja, tetapi dia yang terbakar oleh semangat berbagi pemikiran tak bisa berhenti mengirimkan pemikiran dunia isekai itu.
“Aaakkhh! Stop!”
Semua terdiam dan menatap si penutur bahkan dia pun yang sedang terbakar seketika padam.
“Itu cuman mimpi! Sadarlah bahwa ilham yang kamu percayai adalah sebuah kekeliruan! Tidak! Itu sebuah pe—”
Dia pun berlari sangat kencang meninggalkan mereka, sedangkan mereka terus menatap tajam dan tak percaya akan apa yang diucapkan oleh si penutur.
Semua sangat jelas tanpa perlu dijelaskan sekalipun bagaimana raut mereka tatkala menyaksikan hal tersebut! Yang jelas, mereka semua langsung mengejar dia tetapi keanehan pun hadir di depan mata mereka: sejak kapan dia mampu berlari secepat ini bahkan orang yang mempunyai kaki kijang pun akan kalah telak?!
Di rumah dia. Mereka terduduk di ruang tamu dengan aneka raut wajah tetapi yang jelas, semua raut wajah menampilkan kesuraman masing-masing. Kesuraman akan masa depan yang mengerikan kalau takdir menyatakan bahwa dia bunuh diri: haruskah pintu yang mengurung dia harus dihancurkan dan menarik paksa keluar?!
“Akhhhh! Wokeh! Wokeh! Aku minta maaf atas kelancanganku yang tidak menghargai perasaannya atas seluruh kehaluannya, tetapi aku juga mewakili perasaan kalian. Aku tahu soal perasaan kalian mendengar bacotan dia—”
“Hah? Janganlah belaga jadi hero! Kalau salah ya salah! Tak perlu dijelaskan lagi!”
“Lah! Enggak tahu diri! Udah mengorbankan diri demi kalian! Tapi apa yang kudapat, hah?!”
“Bacot! Siapa yang meminta kau berkorban, hah?! Siapa!? Tak ada yang meminta kau berkorban! Kau sendiri yang merasa pahlawan dan haus pujian makanya ambil tindakan tu, kan? Yang kau pikir keren padahal tolol!”
“Seterah, bajingan! Andai aku tak berkorban, aku jamin kalian semua bakalan mati konyol hanya karena mendengar celotehan halu dia!”
“Woy! Lu-lu kalau mau berantem mending keluar, kontol! Enggak usah nambah masalah, tai!”
Semua terdiam bahkan dua orang yang adu mulut pun yang udah berdiri tegak sembari menempelkan kepala ke kepala pun perlahan-lahan kembali terduduk dan menatap ke bawah.
Berputar-putar kecil. “Gua gak paham sama sekali sama jalan pikir lu. Sumpah, jing! Gua enggak paham sama jalan pikir lu bisa ngomong begitu kayak baru kenal dia aja. Ngentot! Ngentot!” Tak bisa dibayangkan bahwa suasana yang mencekik mampu membawa nyawa berada di antara dunia dan neraka. Diakhiri dengan memukul tembok beberapa kali bahkan getaran tembok tersebut sampai ke mereka yang terpaku ….
Berjam-jam kepala mereka tak terangkat ke depan ataupun ke atas seakan-akan di depan ada suatu yang mengerikan.
“Mana dia! Si monyet!” Sosok pembawa golok menghancurkan rumah dia dari pagar rumah yang ditendang keras sampai kaca rumah dipecahkan dengan golok sembari menumpahkan seluruh caci-maki. Di lain sisi, kesuraman mereka yang melompat-lompat di atas kepala pun tertendang oleh kaki kekagetan yang membawa ketakutan, bahkan tiga dari mereka yang berteriak-teriak tadi pun meleleh.
Mata bertemu mata. Mata yang tajam bertemu mata yang suram penuh kebingungan.
“Mana si monyet itu?!” Mereka paham siapa orang yang disebut “monyet”, tetapi rasa takut yang telah memenuhi tiap sendi mereka membuat tubuh mereka kaku.
Sekali lagi diulang dengan suara lebih keras dan diakhiri dengan membacok meja sampai tertancap cukup dalam, yang membuat mereka terperanjat kaget. Oleh karena itu, kekakuan mereka kian kaku.
Sekali lagi diulang dengan suara lebih sangat keras dan diakhiri dengan melempar meja tersebut secara sembarang. Akan tetapi, tidak membuat mulut mereka berbicara yang membuat kemarahan yang menempel di otak orang pemegang golok yang kini golok masih tertancap di meja jadi kehilangan kewarasannya ….
Ketakutan mereka membuat jarak antar tubuh menjadi lenyap membuat tubuh mereka seakan-akan berubah jadi satu tubuh yang utuh dan besar, bahkan mampu menampung lima ratus ribu orang dalam satu waktu.
Kehilangan kewarasan membuat orang pemegang golok mengacak-acak rumah dia secara bar-bar yang terpenting bagi orang pemegang golok adalah menemukan dia yang disebut-sebut sebagai MONYET, sedangkan mereka yang sudah berdiri di sudut ruangan dengan tubuh menjadi satu tubuh besar pun kian bergetar hebat.
“He-hentikan!” Sunyi seketika dan seluruh mata menatap ke arah sumber suara. Darimana keberanian itu muncul di tengah-tengah ketakutan yang sedang menjajah tubuh mereka? Darimana!?
Sosok pemegang golok pun menarik kembali goloknya dari meja lalu menghampiri mereka dengan tatapan yang mengerikan. Di lain sisi, mereka tak bisa mengalihkan darah-darah yang mengalir dari kedua tangan dan kening keluar ke muara baru.
“Woy!” Semua menatap ke sumber suara. Ternyata, sesosok baru hadir di ambang pintu dengan tatapan tak percaya dan kekagetan yang muncul di dasar tubuhnya.
“Ini kenapa rumah warga saya sangat berantakan?! Jangan buat masalah hadir ke rumah saya, dongg!” Kepalanya yang berdetak-detak pun dirasa akan segera meledak. Oleh sebab itulah, sosok itu segera membalutkan seluruh kepalanya dengan perban yang dibawa.
Mereka dan orang pembawa golok pun terheran-heran akan melihat aksi sosok itu bahkan rasa takut pun sampai menyatakan untuk pergi.
“Andai takda yang melapor ke saya tentang kegaduhan, saya pun tak sudilah ke sini! Lihat!”
“Bacot! Kau ini siapa, hah?!” Mengacungkan goloknya ke arah sosok itu, tetapi sosok itu membuang napas berat beberapa kali. Habis itu, sosok itu memperkenalkan diri bahwa dirinya adalah RT komplek ini!
Sebagai RT, dia tidak bisa terus diam dan mengabaikan suara-suara warganya yang telah banyak membantu banyak hal! Dia tidak bisa membiarkan satu inci perumahan ini diganggu oleh kekacauan. Akan tetapi, melihat kekacauan yang terjadi di depan mata membuat dia merasa bersalah yang paling dalam.
Dalam kepalan tangan yang mengepal sangat kuat, RT pun berkata, “Ada urusan apa Anda dengan salah warga saya sampai-sampai melakukan aksi tak pantas?” Raut muka orang pembawa golok pun merasa tertantang tatkala melihat ketegasan RT yang keluar dari perban-perban yang membalut kepalanya!
Ini penghinaan! Kalau tak tahu apa-apa tentang masalah ini, diamlah! Begitulah yang dikatakan oleh sisi dalam orang pembawa golok!
“Pakai tanya lagi, RT sialan! Tentu saja untuk membunuh si MONYET!” Rasa takut kini bukan lagi datang sebagai penjajah melainkan sebagai rantai yang melilit mereka, kecuali RT yang masih belum tersentuh. Hal ini bukan menandakan bahwa RT sangatlah berani. Melainkan, rasa tanggungjawab sebagai pemimpin untuk melindungi warganya yang membuat tetap berdiri tegak!
Tanpa perlu diperdetailkan, sudah terbayang bagaimana gambaran wujud asli RT yang kini terjebak dalam wujud pemimpin. Sudah terbayang bagaimana sikap dan tindakan RT kalau tak menjadi RT!
“Tak! Tak! Bukan masalah hutang yang jadi masalah utama, RT sialan! Si MONYET sudah mengutuk keluarga saya jadi monyet, bajing!!” Seluruh tubuhnya tegang bahkan urat-urat tangan yang mengenggam golok pun mencuat keluar seakan-akan ingin merobek kulit.
RT yang setelah mendengar penjelasan orang pembawa golok membuat darah yang mengalir jadi mendidih seakan-akan tiap kata yang masuk ke telinga RT adalah gas dan kalimat yang terbentuk tak lebih sebuah kompor, lalu ceret yang sudah penuh tak lebih sebuah respon atas keanehan yang didengar. Alhasil, kepala RT kian membesar bahkan sampai menyentuh langit-langit.
Mereka dan orang pembawa golok pun merasakan ketakutan hebat tatkala pandangan tajam menatap mereka dan orang pembawa golok bahkan tulang-tulang pun ikut gemetar ketakutan. “Sialan! Sialan! Sialan! Kalian semua … pergi dari komplek saya!”
Setelah itu kejadian itu, mereka tidak bisa ke rumah dia yang kini sudah ditutupi oleh tembok besar yang menelan rumah dia, bahkan ketika mereka bertanya kepada para tetangga pun akan menjawab yang menjerumuskan pada satu lubang: ketidakpedulian dan keterasingan.
Setelah berminggu-minggu, mereka pun bisa masuk ke rumah dia setelah memutuskan sebuah keputusan yang sangat panjang dan alot ini untuk membobol tembok besar itu jadi sebuah terowongan kecil.
Saat mata mereka berdiri di ambang pintu yang sudah rusak, mereka terdiam ketika melihat sosok di depan mata, yakni: dia telah keluar dari kamarnya dengan tatapan kebingungan.
Mereka semua segera memeluk dia erat-erat bahkan air mata pun ikut memeluk: neee~ gomennasai, ore telah egois karena tak memerhatikan kebosanan kalian. Kalian tak perlu meminta maaf kepada ore yang kekanak-kanakan ini, justru seharusnya—ore yang meminta maaf kepada kalian.
Canggung memisahkan jarak antara mereka dengan dia. Ucapan dia berhasil menarii kembali jarak mereka yang jauh jadi bersatu: ore sadar bahwa itu memang halu selama tak bisa dibuktikan, kan? Dakara, ore ingin mengajak kalian untuk melihat sendiri portal isekai terbuka lebar, dan sebagai saksi bahwa ore akan pergi ke dunia isekai! Hehehehe ….
Mereka saling pandang dengan aneka mimik sebelum seluruh pandangan ke wajah dia yang penuh kebanggaan. Pada akhirnya, suara tawa garing mempersatukan mereka dan dia yang sudah dipisahkan oleh kecanggungan, lalu menjelma jadi tertawa ngakak.
Mereka pun bercerita banyak hal kepada dia selama mengurung dia sekaligus seember pertanyaan pun disiram ke dia seperti ‘kenapa nomor kontak kami diblokir?’ sampai ‘apakah benar mengutuk keluarga orang yang melabrak jadi monyet?’. Satu demi satu pertanyaan yang membasahi tubuh dia dijawab dengan baik.
Singkat cerita, mereka tak menepati janji untuk menjadi saksi sekaligus menyaksikan pintu isekai. Mereka semua terlelap dalam dunia sendiri dan lupa akan janji suci antara mereka dan dia. Pada saat, mereka ke rumah dia yang kini tembok besar sudah menghilang. Mereka terduduk lemas dan menangis sekencang-kencangnya bahkan sampai ditegur oleh RT.
RT baru pun menegur mereka karena suara tangis yang bising menganggu tetangga. “Kalian ni kenapa ada di rumah kosong ini?”
“Siapa kau?”
“Saya RT baru.”
“Yaa, RT sebelumnya bunuh diri bersama keluarganya.”
“Yaudah percaya-tak percaya itu urusan lain, tetapi saya bertanya kepada kalian semua: kenapa kalian di sini? Ini rumah kosong.”
“Rumah kosong?”
“Yaa, kosong, kalau tak kosong pasti ada penghuninya. Hadeuh, gitu aja kok tak tahu.”
“Bukan begitu, gua tahu rumah ini baru kosong. Baru semalam kosong karena penghuninya pergi ke portal isekai.”
Giliran RT baru yang kebingungan bahkan raut wajahnya sangat menampilkan kebingungan.
“Serius RT baru? Masa tak kenal sama warganya, sih.”
“Sebagai RT, tahu tak semalam dia ke mana? Sudah bertanya-tanya sama tetangga sekitar yang katanya: dia pergi sekitar jam 11 malam. Mungkin melarikan diri dari rentenir.”
“Tu-tu-tunggu! Satu-satu, dongg! Saya bingung dengan maksud kalian. Tapi yang jelas, rumah ini sudah kosong lama. Saya bingung yang kalian maksud itu siapa? Pemilik rumah ini sudah lama menghilang.”
Mereka terdiam.
“Lama?”
“Ya, lama. Bukan lama dalam tolak ukur semalam adalah lama. Bukan! Lama di sini berarti sudah bertahun-tahun.”
Mereka sangat kebingungan dengan maksud perkataan RT baru yang sangat ngawur.
“Akkhhhh! Jangan membuat kami bingung, sialan! Penghuni rumah ini, kemarin baru saja pergi ke dunia isekai! Demi Tuhan, aku melihat dia berjalan ke langit melalui tangga-tangga yang bercahaya. Dia tersenyum lebar dan sangat bahagia bahkan cahaya yang mampu membutakan mata saja kalah terang. Dia memberikan salam kepada kalian karena tak hadir dan juga mengatakan ‘besok malam, portal isekai kembali terbuka kalau kalian ingin ikut berpetualang dengan ore maka datanglah ke ….’ Lihat! RT, sialan! Dia, penghuni rumah ini, mengatakan dengan jelas kepadaku tadi malam!”
Kaki RT baru perlahan-lahan mundur ke belakang dengan raut yang susah digambarkan. Apakah kebingungan atau kesal?
“Dasar gila!” (*)

 

Zuijink Yash, belum bikin media sosial.

Artikel ini telah dibaca 113 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

Ssst!

1 December 2024 - 06:22 WIB

WikiArt.org

Hal-hal yang Baik

1 December 2024 - 05:24 WIB

Peliknya Kehidupan Saya

1 December 2024 - 05:16 WIB

WikiArt.org

Harta Karun Pulau Senja

24 November 2024 - 14:13 WIB

Roy Lichtenstein, Figures with Sunset via WikiArt.org

Mengusir Syekh dari Kampung

24 November 2024 - 01:53 WIB

Frida Kahlo, via WikiArt.org

Kupon Undian Umroh

17 November 2024 - 20:33 WIB

Islam, 1965 - Carla Accardi, via WikiArt.org
Trending di Cerpen