Ada pertanyaan? Kontak kita
No Result
View All Result
Newsletter
Janang
  • Home
  • Cerpen
  • Puisi
  • Budaya
  • Buku
  • Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Kriteria Tulisan
  • Program
  • Kontak Kami
  • Home
  • Cerpen
  • Puisi
  • Budaya
  • Buku
  • Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Kriteria Tulisan
  • Program
  • Kontak Kami
No Result
View All Result
Janang
Home Cerpen

Pistol Kolonel Armando Diaz – Cerpen Sigit Candra Lesmana

Sigit Candra Lesmana by Sigit Candra Lesmana
04/03/2023
in Cerpen
0
Pistol Kolonel Armando Diaz – Cerpen Sigit Candra Lesmana
Share on FacebookShare on Twitter

Jasad Mayor Fransico Soledad sudah diturunkan dari tiang gantungan. Namun bayangan jasadnya yang berayun-ayun layaknya kantong pasir itu masih terekam jelas di mata Kolonel Armando Diaz. Kendati dia yang memerintahkan sahabatnya itu dieksekusi, terbit rasa ngeri dalam relung hatinya tatkala melihat bola mata yang pupilnya terangkat ke atas sehingga tersisa bagian putih.

Di kedua mata yang tampak putih sepenuhnya itu, Kolonel Armando Diaz melihat api dendam yang membara. Sesaat sebelum mata Mayor Franciso Soledad ditutup oleh usapan tangan anak buahnya, nyala api dendam itu masih terlihat. Terpatri nyata di benak sang kolonel.

***

Tiga hari setelah pemakaman Mayor Fransisco Soledad, bayangan jasadnya dan mata penuh dendamnya masih terbayang di kepala Kolonel Armando Diaz. Dia duduk termangu di singgasananya. Keheranan terhadap dirinya sendiri yang menaruh simpati terhadap kematian seseorang.

Sudah sering dirinya mengeksekusi orang-orang yang dia anggap bersalah. Mulai dari para penjahat, hingga orang terdekatnya. Namun efeknya tak seburuk ini. Terbayang kembali dalam kepalanya ingatan beberapa puluh tahun lalu saat terbangun di sebuah ranjang besi berseprai putih di kamar sebuah rumah sakit. Dia keheranan mengapa dia ada di ruangan itu.

“Soledad yang mambawamu kemari, telat sedikit saja mungkin kau sudah berubah menjadi hantu,” ucap dokter Emanuel yang melihatnya kebingungan.

Jam dinding menunjukkan pukul sebelas malam kala itu, matanya kemudian menyapu seisi ruangan dan terlihat di pojokan Fransisco Soledad sedang tertidur dengan posisi duduk. Dengan kepala yang masih sedikit nyeri dia mengingat peristiwa beberapa jam lalu, ketika dengan congkak dia duduk di atas alpaca tanpa tahu hewan itu akan bereaksi secara tiba-tiba dan membuatnya terpental dan jatuh dengan posisi kepala terlebih dahulu. Setelah itu semuanya gelap.

Mata Kolonel Armando Diaz memerah mengingat kesetiaan sahabat yang telah menyelamatkan hidupnya. Orang yang sama dengan yang dia lihat di tiang gantungan tiga hari lalu. Sejurus kemudian dia teringat malam nahas itu. Malam ketika dirinya terbakar api emosi dan ego yang menyebabkan sahabatnya meregang nyawa.

Kolonel Armando Diaz memerintahkan Mayor Fransisco Soledad untuk melucuti dirinya sendiri karena menolak rencana penyerangan sebuah desa saat rapat strategi.

“Tidak ada untungnya bagi pasukan kita untuk menyerang desa ini,” kata Mayor Fransisco Soledad kala itu.

Kolonel Armando Diaz langsung naik pitam. Dalam benaknya penolakan itu adalah sebuah bentuk makar. Dia merasa posisinya terancam oleh sahabatnya sendiri. Vonis mati ditetapkan saat itu juga. Sebelum digelandang ke ruangan penjara, mata mereka berdua saling bertemu. Mata Mayor Fransisco Soledad menampakkan kekecewaan yang belum pernah terlihat sebelumnya.

Pikirannya kemudian kembali terbang ke masa tiga hari yang lalu. Dia melihat dengan angkuh langkah demi langkah Mayor Fransisco Soledad menuju tiang gantungan. Dia sangat menikmati momen itu, sahabatnya yang berbuat makar sebentar lagi akan menjadi seonggok daging dan tulang tak bernyawa.

Setelah tali mengalungi lehernya, Mayor Fransisco Soledad melihat ke bawah, tepat ke arah Kolonel Armando Diaz sedang duduk dengan angkuh di singgasananya. Pandangan mereka bertemu.

“Brengsek kau Armando Diaz,” ucap Mayor Fransisco Soledad sebelum papan kayu di bawah kakinya terbuka dan tambang menjerat lehernya.

Teriakan itu menyentak Kolonel Armando Diaz dari lamunannya. Nafasnya memburu, teriakan itu terasa nyata seakan baru saja diteriakkan tepat di telinganya. Pandangannya lalu tertuju ke sebuah lorong yang tepat berada di hadapan pintu ruangannya. Mayor FraNsisco Soledad berdiri di tengah lorong itu. Masih tampak di lehernya bekas jeratan tambang yang menyebabkan dia meregang nyawa. Hantu itu hanya diam mematung, berdiri di antara cahaya lampu dan gelapnya lorong. Menatap tepat ke arah Kolonel Armando Diaz dengan matanya yang putih sepenuhnya.

Kolonel Armando Diaz tertegun melihat hantu sahabatnya itu. Selama beberapa saat mereka saling tukar pandangan tanpa ada pergerakan sedikit pun. Sunyi, hanya suara detak jam yang terdengar dari ruangan Kolonel Armando Diaz dan bergema merayapi lorong.

Hantu Mayor Fransisco Soledad kemudian mengangkat telunjuk kanannya. Diarahkan ke arah Kolonel Armando Diaz yang masih terpaku dengan keringat dingin menetes membasahi pelipisnya. Telunjuk Mayor Fransisco Diaz kemudian berganti arah, menunjuk ke arah luar ke tiang gantungan yang menjadi tempat terakhirnya menghirup udara. Hantu itu kemudian melayang, menuju tiang gantungan itu, menjerat lehernya sendiri lalu berayun-ayun menirukan adegan terakhir dalam hidupnya.

Adegan itu memantik rasa sesal yang sejak tadi ada di hati Kolonel Armando Diaz, penyesalan itu semakin dalam dan tak tertanggungkan. Tanpa sadar tangan kanannya membuka laci di depannya, meraih sebuah pistol pemberian Mayor Fransisco Soledad, hadiah kenaikan pangkat menjadi kolonel. Tangannya merogoh pistol itu, mengeluarkannya dari dalam laci. Diamati pistol yang masih mengkilat itu.

Langit-langit mulutnya terasa dingin saat ujung pistol menyentuhnya. Jari telunjuk Kolonel Armando Diaz secara perlahan merayap ke arah pemicu. Adegan selanjutnya tentu sudah dapat tuan-tuan dan puan-puan bayangkan sendiri. Cerita ini tidak akan menjadi cerita ngeri dengan cipratan darah dimana-mana, cukup sekian, kisah ini berakhir.

 

Jember, 15 Februari 2023

 

 

Tags: cerpenpuisiSastra
Sigit Candra Lesmana

Sigit Candra Lesmana

Sigit Candra Lesmana, pria kelahiran Jember, 12 Maret 1992. Saat ini bekerja sebagai karyawan sebuah perusahaan dan penulis lepas. Senang menulis artikel, cerpen, dan puisi. Cerpennya yang berjudul “Tembok Tanian Lanjheng” berhasil menjadi Juara Favorit di ajang Cipta Cerpen Nasional yang diadakan oleh Fun Bahasa pada tahun 2022, cerpennya yang berjudul “Jangan Sebar Rahasia Kami” terbit di Koran Kedaulatan Rakyat edisi Jumat, 11 November 2022.

Search

No Result
View All Result

Janang

Janang

Janang

Seksi & Berisi

Hello & welcome to my blog! My name is Mocha Rose and I'm a 20-year-old independent blogger with a passion for sharing about fashion and lifestyle.

Instagram

  • Puisi Dermaga Sepi, Istra Yulanda dan Sajak lainnya karya Moehammad Abdoe

Sucy Cahaya Ningtyas, lihatlah
betapa bulan Maret ini sungguh mawar
ia merekah dari tangkainya yang berduri
namun kau hanyalah penyedapnya
  • Cerpen Dua Cerita Manusia oleh Karisma Fahmi Y.

“Jangan kenalkan aku dengan lelaki kaya, Kev,” katanya setengah meminta.

Kevin terhenyak dengan kalimat yang baru saja didengarnya. Lama Kevin menatap mata Ranti.

“Aku tak mengerti maksudmu!”

Jam berdetak mendekati waktu makan siang. Mall mulai ramai. Ranti menelan ludahnya pahit. Memang susah rasanya menjelaskan segalanya. Namun ia tak menyalahkan pertanyaan Kevin.
  • Esai minggu karya Bandung Mawardi
  • Turut berduka cita yang sedalam-dalamnya atas berpulangnya sastrawan dan seniman—Remy Sylado . 

#Janang
  • Bagaimana
cara kontribusi
di Janang?

Jawabannya di halaman dua.

#janang
  • Kalian boleh maju dalam pelajaran, mungkin mencapai deretan gelar kesarjanaan apa saja, tapi tanpa mencintai sastra, kalian tinggal hanya hewan yang pandai.
  • Aku tidak pernah menyangka akan pindah kemari. Tempat di mana mayoritas orang-orang di sini adalah etnis Tionghoa. Kudengar, setiap akan mendekati Tahun Baru Imlek, hampir semua para warga di Gang Warung ini menjadi penjaja aneka makanan. Sebelum kepindahanku kemari, bapak sempat berpesan agar jangan terlalu dekat dengan Meimei. Entah apa sebabnya. Aku hanya mendengarkan sambil lalu, sebab sebenarnya aku tidak suka jika harus hidup nomaden seperti ini.

…

Baca di web janang.id

Selamat membaca cerpen @reniasihwidiyastuti Reni Asih Widiyastuti tamu Jananng

#cerpen #sastra #janang
  • ...

matahari masih menjadi tanda yang tak ingkar
bagi kaki bayang-bayang di pematang jalan
jalan yang berliku dan kadang menanjak
memecah teka-teki arah di senyap kedua mata
o, seketika di sana—sanggul kabut putih jelita
menerjemahkan suara hati para peladang
sebelum burung sampai di sarang

...

Sudahkah kau baca sajak-sajak @waritsrovi88 yang terhimpun dalam sajak Ziarah Tanah Juruan yang terbit di Janang. Silahkan kau susuri setiap sajak itu. Kita hidangkan sajak itu untuk dirimu.

Baca di web janang.id

#puisi #sajak #sastra #sastraminggu

Facebook

@janang.id

  • Puisi Dermaga Sepi, Istra Yulanda dan Sajak lainnya karya Moehammad Abdoe

Sucy Cahaya Ningtyas, lihatlah
betapa bulan Maret ini sungguh mawar
ia merekah dari tangkainya yang berduri
namun kau hanyalah penyedapnya
  • Cerpen Dua Cerita Manusia oleh Karisma Fahmi Y.

“Jangan kenalkan aku dengan lelaki kaya, Kev,” katanya setengah meminta.

Kevin terhenyak dengan kalimat yang baru saja didengarnya. Lama Kevin menatap mata Ranti.

“Aku tak mengerti maksudmu!”

Jam berdetak mendekati waktu makan siang. Mall mulai ramai. Ranti menelan ludahnya pahit. Memang susah rasanya menjelaskan segalanya. Namun ia tak menyalahkan pertanyaan Kevin.
  • Esai minggu karya Bandung Mawardi
  • Turut berduka cita yang sedalam-dalamnya atas berpulangnya sastrawan dan seniman—Remy Sylado . 

#Janang
  • Bagaimana
cara kontribusi
di Janang?

Jawabannya di halaman dua.

#janang

Janang. Seksi & Berisi. Janang hadir sebagai media alternatif. Janang menerbitkan karya sastra dan esais terbaik dari para penulis.

Categories

  • Budaya
  • Buku
  • Cerpen
  • Esai
  • Musik
  • Puisi

Tags

bandung mawardi cerpen esai imam budiman novel puisi sajak Sastra

© 2023 Janang

No Result
View All Result
  • Home
  • Cerpen
  • Puisi
  • Budaya
  • Buku
  • Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Kriteria Tulisan
  • Program
  • Kontak Kami

© 2023 Janang