Baru ini, grup musik asal Semarang Distorsi Akustik merilis single teranyar mereka. Dengan komposisi musik yang jauh berbeda dari karya mereka sebelumnya. Sejenak melupakan ambient, delay dan reverb yang biasanya mengisi hampir disekujur karya mereka, kali ini mereka mengandeng mesra overdrive, distorsi dan fuzz. Single yang digarap selama beberapa bulan terakhir ini, bercerita tentang bagaimana selayaknya kita mencintai takdir kita. Amor Fati, adalah sebuah keikhlasan untuk menerima fakta, bahwa kepastian akan hari esok tidak berada pada kontrol kita. Bukan hanya pasrah, tapi mencintainya dengan penuh ketegaran dan optimistisme. Sebuah kesiapan akan apapun yang terjadi pada hari esok yang serba tidak menentu, itu adalah jalan satu-satunya untuk meraih kebahagiaan. Karena Kebahagiaan erat kaitannya dengan pemaknaan ikhlas. Dalam falsafah Jawa kita mengenal dengan istilah “Nrimo Ing Pandum”.
“Bicara lirik, Viko menulisnya sebagai bentuk penyemangat, untuk saya dan kawan – kawan lain yang terpuruk karena pandemi. Apapun yang terjadi, sekeras apapun hidup harus kita hadapi”, ucap Ragil Pamungkas. Di single berjudul Dahana Mahardika ini, Distorsi Akustik mengundang beberapa musisi lintas disiplin, diantaranya Kesit Agung Wijanarko, Rahmanika, Udin Larahan, Mad Roses, Bima Satria, Gerri Jiwo Prakoso dan Soni Irawan sebagai bagian dari kolaborasi.
“Menurut saya, setiap orang terlahir spesial. Walaupun saya tidak menampik akan adanya peran privilege manakala kita terlahir ke dunia dan memulai kehidupan kita. Namun kita tidak akan pernah merdeka apabila terlalu mengasihani diri sendiri. Karena hidup adalah sebuah anugrah dan tanggung jawab kita untuk terus menjalaninya, sepahit apapun hidup. Dunia tidak akan pernah melunak, kita yang harus mengeras” Kata, Hersandi Gitaris yang juga aktif dibeberapa proyek musik, salah satunya, Sacred Stone sebuah unit dirty rock kota Semarang.
Proses pengarapan rekaman, mixing dan mastering single Dahana Mahardika diproduksi di Nada Studio, lewat tangan dingin Bang Ims. Sedang video musiknya sendiri diambil oleh Pepen Mamen, dari Strato Studio. Mengambil lokasi dibeberapa tempat di kota Semarang. Sengaja dirilis pada tanggal 15 oktober bertepatan dengan hari kelahiran Friedrich Nietzsche. (*)