Jadwal Tidur Orang-Orang yang Pernah Dikhianati
tidur jam lima pagi,
bangun jam sembilan malam,
tidur lagi pukul dua siang.
jika bertanya apa kabarnya,
jawabannya selalu: “masih menunggu terang.”
padahal ia menutup semua tirai,
menolak matahari,
dan mencintai gelap seperti mantan kekasih yang belum bisa dilupakan.
Foto Keluarga yang Tidak Pernah Selesai Dicetak
ayah selalu tertinggal separuh wajahnya,
ibu selalu buram karena menangis,
anak-anak terlalu cepat tumbuh
hingga tak muat lagi di dalam bingkai.
di foto terakhir,
semua berdiri terlalu jauh satu sama lain,
seperti takut tersentuh masa lalu.
kamera mungkin tidak pernah rusak,
tapi waktu selalu tahu bagian mana
yang harus dikaburkan agar kita tidak terlalu sedih.
(Yogyakarta, 2024)
Percakapan Terakhir dengan Diri Sendiri
“kenapa kamu belum juga pergi?”
“karena aku masih menunggumu berubah.”
“aku sudah berubah, lihat tubuhku.”
“tubuhmu saja. hatimu tetap mengendap di luka yang sama.”
“apa kamu masih mencintaiku?”
“aku tidak tahu. tapi aku tetap menulis tentangmu.”
lalu aku bangun dari mimpi itu,
dengan rasa haus yang tak bisa diredakan oleh air.
Kamar Nomor 17
kamar itu sepi seperti altar yang dilupakan. seprai putih dan lantai keramiknya memantulkan bayangan tubuh renta yang menatap langit-langit. di dinding, jam tak lagi berdetak, tapi suara detik masih menghantui. ia mendengar suara-suara yang tidak pernah datang dari mulut siapa pun—seorang ibu yang mengajak bermain petak umpet, seorang kekasih yang memintanya menunggu, dan seorang anak kecil yang ingin tahu kenapa semua orang takut pada jarum suntik.
setiap pagi ia menyentuh ranjang kosong di sampingnya, berharap tubuh yang pernah mengisi lekuknya akan kembali barang sebentar—untuk mengeluh tentang sarapan yang dingin, atau mengelap air liur yang menetes karena tidur terlalu lama. tapi tak ada yang datang. hanya bau alkohol medis dan suara perawat yang sabar. di kamar nomor 17, hidup tidak pergi sekaligus, tapi perlahan, seperti selimut yang ditarik dari ujung kaki.
Salman Alade, lahir di Gorontalo, mahasiswa doktoral Ilmu Pendidikan Bahasa yang menempuh jalan kepenulisan sebagai ruang perenungan atas bahasa, realitas, dan ingatan. Ia menulis puisi, cerpen, esai, opini,serta buku cerita anak, sekaligus menaruh perhatian riset pada literasi anak melalui buku cerita. Karya-karyanya telah dimuat di berbagai media, seperti Kompas.id, Jawa Pos, Omong-omong Media, Besok Libur, Metafor.id, dan Rubrik Persepsi Gorontalo.








