
Cover Album Sukatani ‘Gelap Gempita’
Hal yang bikin kaget belakangan sering terjadi di sekitaran kita, sebab, semakin banyak oknum yang merasa pintar atas apa pun, bisa menjadi pembawa kebenaran. Seni tak dilawan dengan seni (lagi), namun pembungkaman, bredel, hajar, musnahkan!
Ada yang kena sikut karena lagu? Karena suara? Karena bunyi? Ngeri juga kuasa bunyi.
Adalah pada Kamis, 20 Februari 2025 Sukatani, band punk asal Purbalingga melakukan klarifikasi (permintaan maaf?) atas track mereka yang berjudul “Bayar Bayar Bayar” yang dari permohonan maaf mereka yang tanpa paksaan itu, membuat warganet ramai memberikan komentar. Per hari ini, 22 Februari 2025 reels instagram Sukatani sudah dilihat oleh sekitar 14 juta views.
Salah satu warganet, @boycandra, menyebut: ”Level baru dari lagu ini telah tiba” dan salah seorang musisi kebanggaan @17nowheretogo_ menambahkan, “tinggal nunggu aturan rilis musik bayar royaltu ke polisi (emot badut)” lebih lanjut dengan sedikit memberikan pertanyaan retoris, @17nowheretogo_ melanjutkan, “sebutkan 3 lagu dari polisi” wkwk, seketika saya teringat Norman Kamaru, ke mana ia kini?
Hah? Separah itu kah demokrasi di negeri kita saat ini? Di mana ketika tidak menyukai suatu karya, lalu menghukum karya tersebut hingga pembuat karya jadi “malu” / “dibuat malu” dengan karya yang mereka lahirkan.
Meski tidak ada alasan jelas dan pasti yang dapat ditelusuri dari postingan permintaan maaf Sukutani di akun resmi mereka tersebut, lagu “Bayar Bayar Bayar” sepertinya mendapat kecaman dari oknum “kepolisian” yang merasa terganggu dengan lirik lagu tersebut. Padahal? Barangkali kita bisa sama-sama bersepakat kalau apa yang disampaikan Sukatani adalah apa yang sudah jamak “dimaklumi” orang banyak. Fakta, sulit terbantahkan.
Lagu “Bayar Bayar Bayar” sebenarnya bukan barang baru bagi musisi Indonesia dalam menyampaikan kritiknya pada pihak kepolisian. Mulai dari Naif yang retro, UFO, Morfem, bahkan Project Pop juga pernah menyampaikan kritiknya dalam lagu soal aparat ini, meski pada lagu “Mobil Balap” Naif, hal ini tak begitu terang terasa. Tapi, peristiwa tilang menilang ini kan bukan sesuatu yang langka di kehidupan. Selalu saja ada yang kena tilang.
Belakangan Polisi mempersilakan band Sukatani menggung dan menyanyikan lagu “Bayar Bayar Bayar” dan empat orang personel Subdit I Ditressiber Polda Jateng telah diperiksa, namun nasi sudah jadi nasi goreng. Lagian, siapa suruh ambil cara kerja Tuhan. Semakin dilarang, ya, semakin disayang. Rhoma Irama pernah bilang, “Kenapa semua yang enak-enak, itu yang dilarang…”
Banyak kan yang penasaran sama minuman keras setelah minuman itu dilarang? Akhirnya pada ikut mencoba. Meski tak seratus persen bisa jadi analogi, tak sedikit pula yang jadi tahu kalau ada lagu “Bayar Bayar Bayar” pernah ada setelah kasus ini di up. Rakyat melawan. Menentukan sikap. Semoga ke depannya tidak ada kasus seperti ini lagi. Memang, selain harapan, apa sih yang masih kita punya di negeri ini?
Dan semoga, tidak ada pula warganet yang komentar kalau kasus ini sengaja di up buat mengalihkan isu efisiensi anggaran yang sedang digalakkan oleh pemerintah yang memang hobi galak.
Kini, tak hanya ada satu kata. Selain lawan, kita juga sebaiknya kuat bersama. Kita akan punk pada waktunya.(*)