SKETSA MENGKAJI TUTURAN SAMAR
/1/
Sebuah Janji
Begitu ia mengucap janji
Suara-suara yang ingin Anda kaji
Tidak sepenuhnya tersebar
Dalam kehendak Anda atau dia
Sungguhpun kita saling berpeluk pada ingatan
Percayalah, kehadirannya telah berlalu
Sebelum tikungan penafsiran.
Meski Anda pernah merekam ucapan itu
Ia hanya bisa diputar bersama bayangan bahasa
Yang memanjang, hitam berbahang, lalu menghilang
Terkikis daftar kesepian kata-kata sebuah kamus
Maka tertangkislah igau panas amarah
Dan padamlah api geraknya oleh sehening gering
Dari kebisuan kebiasaan Anda.
Saat Anda mengetik tangkisan itu di lembar perburuan
Kita hanya mampu berhitung dari bunyi ke bunyi ketukan
Sekadar berpikir lateral dari pinggir ke pusat keraguan
Atau sebaliknya.
/2/
Bayangan Pengetahuan
Pengetahuan tak tertitah dari cara petik buah rayuan
Buah yang pernah dimakan leluhur Anda di masa lalu
Bukan pula ia serupa bayang daun-daun pohonnya
Yang mungkin telah Anda gugurkan, hingga setiap keringnya
Menjadi bara kesimpulan di kening nalar.
Jika ia sebentuk cahaya, pantaslah dipanjangkan nafas semesta
Lalu menembus berlapis kekuatan rasa, tabahkan
Segumpal kata di rahim waktu, belajar melafal nama-nama
Untuk setiap penjuru kejadian, meski saat menguak
Tabir suaranya, saya atau Anda, baru mengenal diri
Dengan cara yang banal.
/3/
Sisa Itikad
Kita masih kumpulkan bahan-bahan kerinduan asali
Dari sisa itikad di ruang bekas keberlaluan
: genangan cermin hujan untuk kembalikan garis-garis leluhur,
pisau musim kering yang akan merumpangkan belahan lupa,
peretas hari kelahiran untuk membaca selembar notasi perjalanan,
kuas peristiwa buat warnai kejadian dari berbeku batu pengakuan,
perekat dinding kehendak dan ingatan,
penguras air mata untuk menampung luka kisah yang berlaku surut.
Anda seperti terdiam cemas dengan jalan dan percabangannya
Barangkali kita perlu segetas kertas kosong, meminta
Tubuh nubuat menulis bahan ajar yang kita luputkan akar katanya
Dan menduga-duga, ia pernah mekar berkabar dalam setiap detak
Jantung leluhur saya dan Anda.
2018
Yana Risdiana, lulusan Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran (1999) dan Magister Hukum Universitas Airlangga (2015). Puisinya termuat, antara lain, dalam Hikayat Secangkir Robusta: Antologi Puisi Krakatau Award 2017; The First Drop of Rain: Antologi Banjarbaru’s Rainy Day Literary Festival 2017; dan antologi Mengunyah Geram: Seratus Puisi Melawan Korupsi (2017), Epitaf Kota Hujan (2018), Antologi Puisi Pematangsiantar (2018). Tinggal di Bandung.