Menu

Mode Gelap
Api Prometheus I Cerpen – Aldi Rijansah Puisi Ngadi Nugroho Asmara yang Tidak Diakali Waktu Puisi Maulidan Rahman Siregar Puisi Ilham Wahyudi

Cerpen · 15 Dec 2024 20:01 WIB ·

Finus Jadi Sarjana


 Kent Monkman, The Three Bachelors, via WikiArt.org Perbesar

Kent Monkman, The Three Bachelors, via WikiArt.org

Namanya Alfinus dengan sapaan akrab Finus. Semasa kuliah ia berhasil menjadi seorang mahasiswa yang aktif dalam kegiatan-kegiatan baik internal maupun eksternal kampus, penulis puisi, cerpen, dan karya sastra pada umumnya. Sastra adalah tumpuannya yang mana dengan mengakali kata dan kalimat ia berhasil menjadi penulis produktif yang sering kali  puisi-puisinya dibacakan oleh orang-orang muda saat perayaan natal dan tahun baru di gereja juga anak-anak sekolah membacakan puisi-puisinya saat tampil dalam memeriahkan bulan bahasa, kadang juga mahasiswa-mahasiswi menggunakan penggalan puisinya untuk mendatangkan tepuk tangan dalam pementasan teater di kampus. Ia sering kali membagi-bagikan puisi-puisinya kepada perempuan yang ia sukai. Dan dengan menggunakan karya cerpen dan puisi-puisinya sebagai amunisi, ia membantai banyak perempuan.

Dekat akhir masa kuliahnya ia berkenalan dengan seorang perempuan yang selalu hilang saat hendak diajak berkencan. Konon katanya ia sibuk mengerjakan laporan praktik lapangan.  Namanya Dallena.

Suatu waktu ia menyanggupi permintaan Finus untuk jalan-jalan. Berasaskan healing. Pergilah mereka ke wisata-wisata kota dan tempat terakhir yang mereka singgah adalah Ketapang satu.

Finus merapatkan Supra ke area parkir, Dallena, turun mendahului, Finus, dengan wajah sedikit terpancar rasa malu yang terbaca dari geraknya melambat seolah enggan untuk berlama-lama disitu.

Awan sedang tampak abu-abu. Dari atas trotoar, Finus dan Dallena duduk menjuntaikan kaki, memandang gulungan ombak yang menghempas, hamparan pasir, menghirup aroma laut,  di balik berbatuan karang ada seorang perempuan terkulai lemas di pangkuan kekasihnya. Sesekali lelaki itu meremas bahu perempuan itu yang di tangannya menenteng tas kuliahnya, kemudian tangannya menghilang di balik baju perempuan itu.

“Saya sedikit menyadari bahwa kota ini menyimpan banyak hal. Baik dan buruk. Kota ini adalah kota karang. Jika, langkah jalanmu tak teratur kau bisa pulang membawa malapetaka dalam keluarga, begitu pun sebaliknya jika, kamu mengatur langkahmu dengan damai, maka kau pulang membawa kabar gembira bagi keluarga. “ Kata Finus setelah mengalihkan pandangan dari sepasang kekasih itu dan sedikit melamun.

Sekarang tiba waktu Finus mengantar pulang sepasang kekasih itu masih di tempat.

***

Dalam kos sunyi sepi. Anak-anak sudah mematikan lampu-lampu di emperan dengan tujuan untuk menghemat biaya dan menekan polusi sehingga hanya tersisa lampu kamar mandi dengan nyala yang suram. Saat menginjak tangga kaki Finus seperti terjerat tali. Sekejap kakinya gemetaran dan nada-nada terjebak dalam dadanya, bersenandung antara keberanian maupun rasa enggan tapi ada niat dan angan. Tangan Dallena memegang gagang pintu dengan hati-hati sebab peristiwa itu ia belum pernah alami. Sekejap ada bunyi pintu seperti rintihan. Dengung nyamuk di bawah rak sepatu yang diletakkan di samping pintu. Tangan Finus melambai pipi Dallena, kemudian melingkarkan tangan ke pinggul Dallena walau Dallena berusaha menolak melakukannya tapi ia takut peristiwa itu diketahui oleh tetangga, maka ia pasrah. Lalu Finus pamit pulang.

***

Beberapa hari kemudian Dallena selalu dihantui rasa sesal setelah peristiwa yang paling aneh semasa hidup Dallena. Ia mulai gelisah tentang hidupnya. Ia takut menjadi pelampiasan hasrat Finus yang selalu meletup-letup. Ia memikirkan harus mengusaikan hubungan antara Finus dengan dirinya. Ia berselancar di gawainya dan ditemukannya nama, Finus, tertera dalam  daftar kontak.

“Kita putus.” Pesan singkat Dallena melalui wattsup. Ia monolog tanpa berharap ada balasan.

Beberapa hari lagi, Finus, akan wisuda. Ia mengundang Dallena, tapi undangannya tak tersampaikan. Sebab, Dallena sudah memblokir nomornya.

***

Malam itu ia mulai bergegas, sebab beberapa hari lagi ia akan berangkat. Ia alergi dingin. Ia lupa membawa selimut tidur saat hendak pindah penginapan. Ia menyewa sebuah kamar kos, berdinding pelepah tanpa ruang sekat. Ia hanya menggelar tikar di lantai dan mengalas kepalanya dengan beberapa potong pakaiannya. Di kakinya ia letakkan Baygon untuk mengasapi nyamuk.

***

Rasa sepi semakin merana di kepalanya. Untuk mengisi waktu luang, pikirannya mulai merangkak ke saku celananya yang tersimpan sisa uang sehabis membeli tiket Lion air. Dari sisa uang ia gunakan untuk pergi menemui perempuan-perempuan yang ia ajak berkencan melalui aplikasi hijau. Sebut saja MyChet. Ia bermain sampai bokongnya tak tangguh lagi untuk mendayung. Ia bermain sepuas-puasnya.

Seperti menggigil sambil merapalkan doa perempuan-perempuan di malam itu telungkup untuk merayunya dan berusaha membangkitkan menara, mengulum di balik celana. Berusaha untuk membuatnya lebih birahi.

Di hadapannya perempuan kehabisan akal dan cita-cita, sebab baginya yang sudah memilih jalan hidup yang ia jalani percaya bahwa kecantikan di masa mudanya akan menjamin masa tuanya bahagia.

***

Finus mendapati Dallena di bandara pada barisan depan dalam antrean menuju departure hall, namun Dallena berpaling dengan rute yang berbeda. Finus pun menghilang ke tanah rantau setelah menyandang gelar sarjana.(*)

Erasmus Yohanes Sae Penulis tinggal di Kupang, Nusa Tenggara Timur. Alamat Instagramnya @Erasmus_Sae.

Artikel ini telah dibaca 148 kali

Baca Lainnya

Sella

2 March 2025 - 02:51 WIB

WikiArt.org

Pelajaran Menjahit

9 February 2025 - 16:16 WIB

Wikiart.org

Bulu

31 December 2024 - 16:53 WIB

Norval Morrisseau, Two Owls and Two Chicks, via WikiArt.org

Catatan Akhir Tahun yang Tidak Kutulis Saat Akhir Tahun Tapi Tetap Saja Akan Kutulis Karena Sebenarnya Tidak Ada yang Benar-benar Berakhir.

30 December 2024 - 19:38 WIB

Ilustrasi: Ahmad Redho Nugraha

Ssst!

1 December 2024 - 06:22 WIB

WikiArt.org

Hal-hal yang Baik

1 December 2024 - 05:24 WIB

Trending di Cerpen