Menu

Mode Gelap
Api Prometheus I Cerpen – Aldi Rijansah Puisi Ngadi Nugroho Asmara yang Tidak Diakali Waktu Puisi Maulidan Rahman Siregar Puisi Ilham Wahyudi

Puisi · 1 Dec 2024 06:37 WIB ·

Puisi Pringadi Abdi Surya


 Ilustrasi: Talia Bara Perbesar

Ilustrasi: Talia Bara

Selamat Pagi, Tuan Presiden

Kita telah tiba pada suatu masa
ketika penangkapan adalah hal yang biasa
Orang-orang tak akan terkejut
dan masih asik mengurung diri di balik selimut
Satu orang hilang tak ada arti
Satu orang hilang tak lebih dari
kereta berangkat, kereta menjauh, kereta tertahan
dan satu hari harus menerima keterlambatan;
Berdiri di mesin absen, dan memaki
Hidup adalah soal kesialan demi kesialan
yang sudah ditakdirkan, bahkan sejak belum dilahirkan
Tak lagi persoalkan penjara dengan kerangkeng besi
yang berusaha mencoba menahan ekspresi
Tak bisa marah pada ibu pertiwi
dengan alasan sederhana maupun tidak sederhana
Kini kita telah tiba pada suatu masa
kita harus betul-betul berhati-hati
Tak menyisakan sebutir nasi pun di meja
atau sengaja dan tak sengaja membuangnya ke lantai
Orang-orang yang masih banyak mengenal sengsara
yang diakui dan tak diakui, hanya ingin pertahankan diri
tetapi pergi dan terusir adalah cara terbaik yang diajarkan Adam
setelah menuai buah terlarang
Seharusnya tak boleh ada dendam
tak boleh juga ada yang mengaku pemunya sumur di ladang
Kita telah tiba pada suatu masa
Semua orang ingin mengaku baik-baik saja
Semua orang tak ingin terlihat tidak baik-baik saja

Kepada Para Pembohong

“Dia pasti Pinokio!” Aku termasuk yang tak percaya

dia berkata akan menjadi raja bajak laut, punya
sepasukan pengikut, tetapi tidak bisa berenang.

Dia kerap berlari, berteriak ada serigala datang.
Orang-orang yang panik, menutup pintu-jendela
dari segala kemungkinan buruk, dia malah terkikik

baginya rasa takut orang lain itu sesuatu yang lucu
aku tidak tahu ada hal lucu lain selain kematian
yang dipertontonkan dengan mudah, tak berharga
lalu tak seorang pun menjadi tersangka

Kata-kata lebih kejam dari pedang, kata seseorang

tetapi dia lebih mahir menjadi penembak jitu,
satu peluru, kena, mati, tak ada lagi kesakitan itu

Mereka yang tak acuh, abai pada warta dan berita
kemudian akan menyesali, sia-sia bila tiada
menyisakan secuil pun kepercayaan, harapan

apa pun, aku akan turut serta membangun kapal
yang mengarungi empat lautan besar. juga ke langit
apakah tuhan ada atau tidak ada. apakah semua
kebohongan itu adalah kebohongan sesungguhnya?

Iman

kau akan terus rela menaiki perahu-perahu itu
meski tidak tahu kepada siapa hati menuju

sosok kokoh Tambora yang menghilangkan
orang-orang dalam mencari kesaktian, biarlah
dalam segala kelemahan dirimu, diriku
akan selalu mencintaimu.

Tak Belajar

kini, aku tak lagi belajar apa pun
suara-suara yang memenuhi kepala
pergi mencari suaka lain

beradalah aku dalam sepi,
mencari ampun

Pringadi Abdi Surya, hobinya jalan-jalan. Catatan pribadinya bisa disimak di http://catatanpringadi.com

Artikel ini telah dibaca 56 kali

Baca Lainnya

Puisi Lalu Azmil Azizul Muttaqin

17 November 2024 - 20:46 WIB

Walter Battiss, Bird, Monkey and Woman, via Wikiart.org

Trivia Kampung Sawah, Antologi Puisi IRZI

15 November 2024 - 02:09 WIB

Instagram: penerbitvolodrom

Puisi Yeni Purnama Sari

10 November 2024 - 01:17 WIB

Puisi Arif P. Putra

10 November 2024 - 00:45 WIB

Puisi Imam Budiman

3 November 2024 - 22:05 WIB

M.F. Husain, The Preacher at Mecca, via Wikiart.org

Puisi Malkan Junaidi

23 October 2024 - 12:41 WIB

Children's Game by Tia Peltz via WikiArt.org
Trending di Puisi