Menu

Mode Gelap
Api Prometheus I Cerpen – Aldi Rijansah Puisi Ngadi Nugroho Asmara yang Tidak Diakali Waktu Puisi Maulidan Rahman Siregar Puisi Ilham Wahyudi

Cernak · 17 Nov 2024 21:19 WIB ·

Andai Probolinggo Jadi Ibukota


 Andai Probolinggo Jadi Ibukota Perbesar

Ketika hendak berangkat sekolah, si Ibu yang tabah menjatuhkan selembar uang kertas serba guna ke dalam saku baju buah hatinya untuk dapat ditukar dengan jajanan yang diinginkan, kemudian si buah hati mengecup pundak telapak tangan si ibu, lalu sedikit kecupan kasih di sebelah pipi kanan dan kiri dari ibu kepada buah hatinya.

Begitulah setiap pagi, Gifran si anak yang bertubuh agak gemul menghibur sang Ibu yang ingin mempersembahkan padanya seorang adik. Sudah lama keinginan Gifran untuk mempunyai adik, adik laki-laki. Setelah bertahun-tahun, akhirnya rahmat Tuhan jatuh juga ke dalam rahim sang ibu.

Gifran si anak gemul itu sudah lumayan cerdik akalnya, pelajaran menghitung sangat digemarinya, lain daripada itu Gifran juga sangat suka membaca ataupun mengarang. Ya, Gifran sangat suka dengan dunia sastra, salah satunya pantun! Pantun terakhir yang ia buat dan dibacakan kepada teman satu kelas yang juga teman sepermainannya di rumah. Mereka menamakan hubungannya, sahabat permet karet. Meskipun waktu membuat kisahnya hambar, persahabatnya akan tetap merekat.

“Pergi ke sekolah naik sepeda
Naik sepeda sambil tertawa
Aku ingin meraih cita-cita
Sampai sukses bersama-sama”

Tinggal di dusun Sambilangan, di pinggir jalan, membuat Gifran harus berhati-hati untuk bermain ataupun pergi ke Sekolah Dasar Kalibuntu 01 yang terletak asri di di dusun Durian. Gifran sudah kelas lima dan mulai menulis harapan dari cita-citanya.

Setelah memarkirkan sepeda BMX KW di tempat saudaranya yang dekat sekali dengan tempat sekolahnya. Gifran pun berpamitan kepada paman Gandar, saudara dari Ayahnya.

Di pintu pagar sekolah, anak-anak lalu lalang masuk perlahan ke dalam sekolah, sementara Gifran yang sudah melewati pintu pagar, telah ditunggu oleh sahabat permet karetnya yang tak lain adalah Gilang.

“Hai, Fran!” Teriak Gilang sambil melambai-lambaikan tangan
Dengan langkah cepat, Gifran menghampiri Gilang yang berdiri di dekat rindang pohon sekolah.
“Assalamualaikum…”
“Eh, iya.” gagap Gilang “Wa alaikum salam”
Dua sahabat bagaikan permet karet itu pun gobrol polos, kemudian masuk bersama ke dalam kelasnya setelah mendengar suara bel yang membuarkan cerita paginya.

***

Setelah pulang sekolah, seperti biasa Gifran sudah dijemput oleh sahabat permet karetnya untuk diajak bermain sepak bola bersama teman-teman yang lain, di tambak yang tak jauh dari tempat tinggal mereka. Gifran yang bermukim di dusun Sambilangan, begitupun Gilang yang juga di dusun Sambilangan, satu dusun dan rumahnya hanya berbatas jalan aspal, saling berhadapan!

Mereka berdua menuju ke dusun Tambak Rejo, di sana ada halaman cukup luas yang dapat mewadahi anak-anak sepantaran mereka untuk bermain. Gilang yang membawa bola plastik lantas menghentikan langkahnya, ketika mendapati tempat yang dituju tampak sepi.

“Kenapa, Lang?” Tegur Gifran yang ikutan menghentikan langkahnya setelah daritadi nyerocos ini dan itu.
“Tu, lihat…” Mengarahkan jari telunjuknya ke arah halaman luas, bekas dari tambak yang tak lagi dikelola.
“Tidak apa-apa, Lang” menepuk lembut pundak sahabatnya “Yuk, main berdua dulu, mungkin sebentar lagi teman-teman bakal datang”

Dengan semangat yang mereka miliki, juga cita-cita yang mereka impikan. Mereka tetap asyik bermain sepak bola, meskipun hanya berdua. Bermain saling umpan bola, saling tendang dari jarak jauh, dan tak lama berselang waktu, datang seorang lelaki yang cukup gagah ,memancal sepeda dan berhenti di dekat mereka berdua.

Lelaki itu melepaskan sepasang sendalnya, kemudian berlari kecil mendekati dua anak kecil yang sedang seru-serunya bermain sepak bola. Baju oblong dan celana trining yang dipakai lelaki itu sangat cocok untuk berbaur bersama mereka.

“Hei…” Teriak lelaki itu yang tak lain adalah paman dari Gilang yang bernama Ayyon “Boleh ikut bermain tidak?”
“Assalamualaikum, Om” potong Gifran
“Eh, iya. Wa alaikum salam”
“Ayoo Om, kita bermain siapa yang cetak goal jadi kipper ya?!” Seru Gilang dan Gifran bersamaan
Semburat cahaya jingga perlahan menghayutkan keseruan mereka, berkali-kali bola berpindah tempat, dari Om Ayyon yang lebih sering mengocek bola, Gifran yang sering terkecoh tapi pandai dalam hal mencuri bola dan menuntaskannya menjadi goal, Gilang yang juga sama dengan Gifran. Namun, meliliki semangat tinggi untuk selalu mengejar ke arah mana bola berhenti.

Sampai keringat bercucuran mengalir pelan dari tubuh mereka, tiada dari teman-teman mereka yang nongol untuk bergabung seperti biasa bermain bersama-sama, bermain sepak bola sesuai dengan kemampuan mereka.

“Istirahat dulu lah, Om!” Seru Gifran yang langsung disetujui oleh Gilang dengan mengikuti langkahnya dan duduk selonjoran di pinggir tambak yang mulai ditumbuhi rumput-rumput liar.
“Ah, bagaimana mau sampai ke Ibukota (Jakarta), kalau staminanya hanya sampai segini?” Sindir Om Ayyon yang kemudian duduk didekat mereka.
“Capek sekali, Om”
“Iya, Om” timpal Gilang
Mereka bertiga duduk seraya memandangi langit sore itu, warna jingga yang berpaut dengan biru di langit, sangat indah untuk dipotret oleh mata. Lalu suara usang memecah lamunan mereka.
“Om, andai tempat kita, jadi Ibukota…” Ucap Gilang dengan polosnya.
“Iya, Om. Andai Probolinggo jadi Ibukota!” Lanjut Gifran.

Om Ayyon terperanjat dalam lamunannya, secara tak langsung memandangi dua anak kecil disampingnya dengan pandang binar mata. Entah, apa yang ada dipikiran dua akan kecil itu. Tapi, Om Ayyon hanya bergeming dan mendesahkan napasnya. Belum sampai suaranya untuk keluar membalas khayalan kecil dari dua anak itu.

Dua anak kecil itu kemudian melepaskan penatnya dengan telentang dan mematap langit senja lebih luas. Sementara itu, Om Ayyon melepaskan pandangannya dari mereka dan kembali menatap langit lebih kecil dan berkata lirih yang masih dapat didengar jelas oleh mereka.

Kalian berdua yang musti mewujudkannya!

Kalibuntu, 2018

Emroni Sianturi, lahir di Probolinggo, Jawa Timur, 06 Desember 1995, tepatnya di desa Kalibuntu. Alumni MA Nurul Islam Kalibuntu dan penggagas komunitas Warna Sastra yang kadang kerap berlayar di sosial media; Emroni Sianturi (Facebook), @lelaki_warna (Instagram). Pernah menerbitkan buku dengan judul Salkhi, dan antologi puisi bersama; Kekasih Sejati (Pram2ne Publisher), Sayap-sayap Kenangan (At Press Surabaya), dan Balada Cinta Orang Terkasih (Naa Publisher). Dan beberapa media masa yang memuat karyanya; Padang Ekspress, Radar Bromo, Pantura, dan mengucapkan terima kasih atas bimbingannya kepada seorang yang baik; Catur Margatama.

Artikel ini telah dibaca 28 kali

Baca Lainnya

Mukena Pemberian Ibu

24 November 2024 - 01:34 WIB

Ilustrasi: Rahmat Hidayat

Adi dan Panggilan Salat

13 November 2024 - 20:41 WIB

Tigatelu via iStock

Jangan Malas Olahraga

3 November 2024 - 22:34 WIB

Kazemir Malevich, Sportsmen, via WikiArt.org

Sandal Kia Hilang

3 November 2024 - 22:18 WIB

Ilustrasi: Rahmat Hidayat
Trending di Cernak