Bardjan tidaklah menulis, melainkan ia menggambar puisi. Kata-kata seperti himpunan piksel yang seperti nyala korek api yang disambung dari rokok ke rokok, puisi memberi alasan untuk tidak mati. Di luar puisi, bercinta atau tidak bercinta, semua niscaya fana.
Bardjan, lewat pengadeganan yang tersimulasikan dalam check-in/check-out, bersikeras mengekalkannya. Dan puisi, tentu saja, mempersilakannya.menganimasikan gerak dan bentuk, citraan dan warna. Di setiap momentum dan tempat yang memprosedurkan transaksi, puisi-puisi Bardjan enggan berbasa-basi. check-in/check-out merupa gugusan tubuh dan pikiran kosmopolit tatkala siapa pun berhak posesif sekaligus cemburu-suntuk terhadap kota yang telanjur melankolis dan bengis.
Membaca check-in/check out bukan sekadar pengalaman tekstual, tetapi juga optis-musikal. Puisi berpose dengan gestur manasuka dan perangai apa saja, sedangkan Bardjan mengambil alih peran juru kamera. Persis ketika hidup.