Menu

Mode Gelap
Api Prometheus I Cerpen – Aldi Rijansah Puisi Ngadi Nugroho Asmara yang Tidak Diakali Waktu Puisi Maulidan Rahman Siregar Puisi Ilham Wahyudi

Puisi · 29 Sep 2024 02:56 WIB ·

Puisi M. Allan Hanafi


 WikiArt.org Perbesar

WikiArt.org

Tiga Pesyair Jahiliah

Yang pertama gemar meminum amerikano
Yang kedua keranjingan akan impasto
Yang ketiga sungguh mengidolakan musa

Mereka hadir pada sebuah seminar
Firaun pematerinya
Yang ngalor-ngidul
Bicara perihal tuhan, kota, dan
Alam raya

Ini semua terjadi
Pada era jahiliah
Modern

Konon mereka bertiga
Dikenal sebagai pesyair
Setangguh piramida

Kelak, mereka akan membuat
Kitab antologi syair

Dengan malaikat atid
Bertindak
Sebagai editornya

(2024)

Firaun yang Mungkin Lain

Apa hukum
Memperkosa bintang-
Bintang
Setelah aku membakar tuhanmu,
Musa,
Di depan sebuah piramida?

Aku adalah kotak
Yang menyimpan tongkatmu,
Musa

Kelak,
Kau akan membukanya
Untuk menemukan ular
Yang selama ini
Bersarang
Di belukar
Kalbumu

(2024)

Bukan Musa Yang Lain

Di sebuah kitab puisi, musa kehilangan gelar
Kenabiannya
Oleh penyair yang pandir
Menunggang keledai yang terkilir
Setiap melangkah
Di padang
Pasir kata-kata

Di kitab puisi itu, sejatinya ia
Tidak kehilangan gelar kenabiannya
Sebab sejarah yang ditaruh
Masih meneteskan darah
Para pengejar (yang bukan penyair)
Di maut terbelah
Oleh sebuah laut
Yang mencuat
Dari desir kata-kata

(2024)

Harun Yang Lain

Harum janggut harun
Haram kau renggut
Manakala penguasa terpagut
Saat maut bertamu
Berwujud ujung laut
Yang bertemu sudut tabut
Dan senja kala
Sebagaimana sediakala
Bala akan berupa jarum
Atau bala tentara
Dengan bau busuk
Kala satu kutuk datang
Tak bisa terelakkan
Maka harum janggut harun
Haram kau renggut
Manakala si kuasa beringsut
Dari suatu dunia ke
Lain dunia
Yang gemanya terpaut
Di sehelai janggut harun
Yang tercerabut
Oleh harum sayap-sayap tabut

(2024)

Musa Tidak Mengajarkan Impasto Kepada Harun

Pada sebuah studio lukis
Harun, memuja-muja van gogh
Mendengar itu, musa menempelengnya
“Impasto itu mubazir,” katanya.
“Cukuplah jika kau hanya mengambil
Pointilisme,” sambungnya.

Mendengar petuah itu
Harun mengangguk-angguk
Sembari menangis

Ia merasa dirinya telah kufur

Lantaran itu, ia melukis
Laut yang merah
Terbelah di bawah
Malamnya langit

Di ujungnya, ia menaruh
Sebuah cahaya yang melingkar-lingkar
Seperti serban musa

(2024)

Firaun Memberi Amerikano Kepada Musa

Di kafe ini, musa melepeh
Amerikano yang diberikan oleh firaun
Terlalu banyak air
Encer dan kurang berasa
Bahkan kurang berbisa
Dibanding dengan ular-ular
Dari para tukang sihirnya

Musa lebih menyukai espresso
Yang ia cicip
Di suatu kafe
Saat ikan yang dibawa oleh
Pelayannya terjatuh

Firaun yang mengaku tuhan itu
Tak kuasa
Walau sekadar
Untuk berdusta
Di hadapan rasa
Dari lidah cadel musa

(2024)

M. Allan Hanafi lahir di Ampenan, Lombok, 29 Februari 1996. Bergiat di Komunitas Akarpohon Mataram, NTB. Buku puisinya berjudul Supersonik (2024). Bisa disapa via instagram: @allanhanafi

Artikel ini telah dibaca 82 kali

Baca Lainnya

Puisi Y. Thendra BP

22 September 2024 - 20:27 WIB

992 City View by Friedensreich Hundertwasser via wikiart.org

Puisi Sus S. Hardjono

15 September 2024 - 06:37 WIB

William H. Johnson, Children at Ice Cream Stand via WikiArt.org

Puisi Lalik Kongkar

7 September 2024 - 20:29 WIB

Puisi Maulidan Rahman Siregar

26 August 2024 - 04:00 WIB

Pentecast by Emil Nolde via wikiart.org

Puisi Adit Febrian

26 August 2024 - 03:31 WIB

Sunday Afternoon on the Island of La Grande Jatte by Georges Seurat via wikiart.org

Puisi Maria Dominika Tyas Kinasih

1 July 2024 - 01:26 WIB

Trending di Puisi