Tiga Pesyair Jahiliah
Yang pertama gemar meminum amerikano
Yang kedua keranjingan akan impasto
Yang ketiga sungguh mengidolakan musa
Mereka hadir pada sebuah seminar
Firaun pematerinya
Yang ngalor-ngidul
Bicara perihal tuhan, kota, dan
Alam raya
Ini semua terjadi
Pada era jahiliah
Modern
Konon mereka bertiga
Dikenal sebagai pesyair
Setangguh piramida
Kelak, mereka akan membuat
Kitab antologi syair
Dengan malaikat atid
Bertindak
Sebagai editornya
(2024)
Firaun yang Mungkin Lain
Apa hukum
Memperkosa bintang-
Bintang
Setelah aku membakar tuhanmu,
Musa,
Di depan sebuah piramida?
Aku adalah kotak
Yang menyimpan tongkatmu,
Musa
Kelak,
Kau akan membukanya
Untuk menemukan ular
Yang selama ini
Bersarang
Di belukar
Kalbumu
(2024)
Bukan Musa Yang Lain
Di sebuah kitab puisi, musa kehilangan gelar
Kenabiannya
Oleh penyair yang pandir
Menunggang keledai yang terkilir
Setiap melangkah
Di padang
Pasir kata-kata
Di kitab puisi itu, sejatinya ia
Tidak kehilangan gelar kenabiannya
Sebab sejarah yang ditaruh
Masih meneteskan darah
Para pengejar (yang bukan penyair)
Di maut terbelah
Oleh sebuah laut
Yang mencuat
Dari desir kata-kata
(2024)
Harun Yang Lain
Harum janggut harun
Haram kau renggut
Manakala penguasa terpagut
Saat maut bertamu
Berwujud ujung laut
Yang bertemu sudut tabut
Dan senja kala
Sebagaimana sediakala
Bala akan berupa jarum
Atau bala tentara
Dengan bau busuk
Kala satu kutuk datang
Tak bisa terelakkan
Maka harum janggut harun
Haram kau renggut
Manakala si kuasa beringsut
Dari suatu dunia ke
Lain dunia
Yang gemanya terpaut
Di sehelai janggut harun
Yang tercerabut
Oleh harum sayap-sayap tabut
(2024)
Musa Tidak Mengajarkan Impasto Kepada Harun
Pada sebuah studio lukis
Harun, memuja-muja van gogh
Mendengar itu, musa menempelengnya
“Impasto itu mubazir,” katanya.
“Cukuplah jika kau hanya mengambil
Pointilisme,” sambungnya.
Mendengar petuah itu
Harun mengangguk-angguk
Sembari menangis
Ia merasa dirinya telah kufur
Lantaran itu, ia melukis
Laut yang merah
Terbelah di bawah
Malamnya langit
Di ujungnya, ia menaruh
Sebuah cahaya yang melingkar-lingkar
Seperti serban musa
(2024)
Firaun Memberi Amerikano Kepada Musa
Di kafe ini, musa melepeh
Amerikano yang diberikan oleh firaun
Terlalu banyak air
Encer dan kurang berasa
Bahkan kurang berbisa
Dibanding dengan ular-ular
Dari para tukang sihirnya
Musa lebih menyukai espresso
Yang ia cicip
Di suatu kafe
Saat ikan yang dibawa oleh
Pelayannya terjatuh
Firaun yang mengaku tuhan itu
Tak kuasa
Walau sekadar
Untuk berdusta
Di hadapan rasa
Dari lidah cadel musa
(2024)
M. Allan Hanafi lahir di Ampenan, Lombok, 29 Februari 1996. Bergiat di Komunitas Akarpohon Mataram, NTB. Buku puisinya berjudul Supersonik (2024). Bisa disapa via instagram: @allanhanafi