Setiap lagu memiliki maknanya sendiri ketika sampai pada pendengarnya. Forgot Password, judul sebuah lagu yang dirilis tahun 2023 dari hasil kolaborasi pertama Hindia dan Nadin Amizah. Makna dalam lagu ini menurut saya tidaklah sulit untuk ditafsirkan karena sangat relevan dengan kondisi generasi muda saat ini. Apalagi mengingat bahwa Hindia seringkali menyanyikan lagu yang banyak mewakili keresahan dan kebuntuan pemikiran kita.
Dalam salah satu website review lagu intipseleb.com, lagu ini sekilas menggambarkan bahwa setiap orang punya kebingungan, masing-masing punya ketakutan, kecemasan selama hidup di dunia. Tidak tahu harus meminta tolong pada siapa, hingga akhirnya tetap diri sendirilah yang menjadi penolongnya.[1] Hal ini mengingatkan saya terhadap beberapa stereotip yang cenderung negatif seringkali dilabelkan pada generasi hari ini (selanjutnya disebut Gen Z). Stereotip tersebut antara lain, generasi manja, ketergantungan teknologi, dan masih banyak lagi.
Dampak dari pelabelan itu pun bermacam, masyarakat seringkali menganggap bahwa Generasi Z dianggap kurang bersyukur dan perlu memperbanyak ibadah. Pandangan-pandangan tersebut akhirnya membuat Gen Z semakin merasa terpojokkan. Masyarakat menjadi tidak terlalu mengindahkan terhadap pendidikan yang akan berpengaruh kepada masa depan mereka. Padahal Gen Z adalah generasi yang kreatif dan inovatif. Tentunya beberapa mahasiswa yang beberapa waktu lalu kita lihat dalam sebuat platform bertajuk Clash of Camphion adalah para Gen Z yang banyak menerima dukungan dan energi positif dari sekitarnya, bagaimanapun latar belakangnya.
Gen Z lahir antara tahun 1997 dan 2012[2] dan dikenal sebagai generasi pertama yang tumbuh dengan banyak informasi serta perkembangan internet dan media sosial. Lagu Forgot Password menurut saya, ingin mengatakan untuk pada Gen Z untuk ‘lupakan password sejenak’ pada dunia maya yang selama ini digunakan sebagai pelarian atas beberapa kekecewaan pada dunia, untuk kembali menata kehidupan dan menghadapi kebingungan, kekecewaan, dan ketakutan itu.
Ku yakin kau sama juga seperti aku benci butuh dunia maya
Segala hal baik ku doakan untukmu karena ku tahu rasanya
Buat salah di sana babak belur dicerca
Buat salah di sana sakiti yang kucinta
Kumpulan lirik di bait pertama, menggambarkan seseorang yang tak suka bergantung pada dunia maya (teknologi). Seakan mengerti bahwa manusia yang lain juga mengalami hal yang sama, lirik yang dinyanyikan oleh Baskara ini kemudian mengafirmasi lirik berikutnya yang dibawakan Nadin Amizah. Tentang ketergantungan kita pada dunia maya, sejenak mencari ketenangan dan pembenaran setelah sebelumnya berbuat salah dalam dunia nyata.
Aku tahu kau juga melihat aku buang jiwa di sana
Terbawa apa pun yang terlihat bebas lupa bawa logika
Buat salah di sana kematian jadi doa
Buat salah di sana nilaiku hilang sempurna
Pada lirik-lirik setelahnya, media sosial memang sengaja dijadikan sebagai tempat membuang jiwa dan keresahan. Media sosial digambarkan memiliki banyak daya tarik yang membuat penggunanya merasakan kebebasan hingga tak banyak berpikir dan mempertimbangkan secara logic. Mengapa? Karena di sana – sebutan sedari awal bagi hal lain selain dunia maya yang menurut saya digunakan untuk (meminjam diksi Nadin) menyebut dunia dan segala kotornya, menjadi tempat yang mengecewakan sehingga harapan akan kematian seringkali menghantui dan menjelma menjadi doa-doa.
Dan semua pun sibuk menjebak terjebak
Menggonggong merintih mohon pertolongan dari
Diri sendiri
Dan aku sadari
Semua berisik ku berteriak
Semua berisik ku pilih diam
Aku membenci sepenuh hati
Aku menjadi hal yang ku benci
Dalam Reff-nya, Hindia mengatakan dunia sudah semakin berisik dan setiap orang sibuk menjebak dan terjebak, berteriak dan menggonggong bagai hewan, meminta pertolongan satu sama lain namun tak ada yang menolong –selain dirinya sendiri. Akhirnya satu satunya yang bisa manusia andalkan hari ini adalah dirinya sendiri. Bagi saya, mungkin itulah mengapa generasi hari ini banyak yang menutup diri, terlepas dari stereotip tentang Gen Z yang mudah insecure atas pencapaian hebat orang lain yang telah berhasil lebih dulu.
Lagu yang dibawakan oleh Baskara dan Nadin Amizah ini memiliki makna yang relevan dengan isu kesehatan mental pada Gen Z yang marak dibincangkan di berbagai kesempatan. Bagi Gen Z sendiri terdapat kepedulian dan poin penting untuk tidak semakin terlena dengan teknologi dan dunia maya, sedangkan bagi generasi selain Gen Z akan lebih mudah memberikan gambaran untuk kemudian turut memberikan dukungan dan perhatian terhadap masa depan Gen Z yang lebih baik. Jika tidak, maka,,,
Aku membenci sepenuh hati
Aku menjadi hal yang ku benci
Bertolak dari teori Freud, energi yang negatif akan tersimpan dalam alam bawah sadar menjadi laku yang pada akhirnya meledak dan akan terus terinternalisasi dalam dirinya. Pada akhirnya, seseorang menjelma menjadi sesuatu yang dulunya ia benci. Tentu banyak kerugian jika pada akhirnya berakibat demikian. Segala bentuk stereotip negatif yang sebenarnya tidak pernah ada, karena terus dilemparkan pada generasi ini, akhirnya benar-benar akan terjadi.
Biodata Penulis
Filla Shafiya, gadis usia 20 tahun kelahiran Kota Probolinggo pada 19 Maret 2004. Terlahir dalam suatu keluarga biasa dengan taraf ekonomi menengah ke bawah. Lulus dengan nilai memuaskan di Madrasah Aliyah Nurul Jadid Jurusan Bahasa dan Budaya. Selama menjadi siswa, telah beberapa kali memenangkan kontestasi kepenulisan dalam bidang esai dan karya ilmiah hingga tingkat nasional. Saat menjadi mahasiswa, menyukai membaca karya sastra terutama karangan distopia laiknya karya Pramoedya Ananta Toer dan Tere Liye. Aktivitas sehari-hari saat ini belajar di Program Studi Aqidah dan Filsafat Islam Universitas Islam Sunan Kalijaga Yogyakarta dan sesekali aktif dalam forum-forum gerakan mahasiswa.
[1] Intipseleb.com
[2] Investopedia.com