Aku yang Berjalan Setelah Dia Pergi
Lihat, inilah aku yang berjalan setelah kepergian
Bersama lipatan kenang yang masih erat digenggam
Lalu, kadang kala kukunjungi masa lampau
Berbaring di sana mengingat bahwa kita pernah sedekat daging dan tulang
Ternyata mengikhlaskan tak semudah melangkahkan kaki ke depan
Barangkali rindu adalah cobaan
Ternyata pula menangis lebih mudah dilakukan
Bila saja tertawa tak begitu rumit ditemukan
Lihat, itulah kau yang tetap kupeluk erat
Meski satu per satu ingatan tetap berguguran
Lalu, dengan segenap upaya yang kubuat
Merapal doa atas namamu yang tetap hidup di dalam pikiran
Tersesat dalam Gelap
Berselimut hitam pekat
Rasa hampa kian melekat
Dalam gemerlap aku terjerat
Dalam gelap aku tersesat
Jalan berliku setapak penuh debu
Terlukis elok didinding netra
Membuncah tanya direlung jiwa
Hanya angin berbisik
Sukma kian terusik mencuat nestapa
Lirih menjelma air mata
Kala sunyi mendera
Raga tiada lelah mengiba
Pada yang kuasa untuk hadirkan lentera.
Kembali kaki berlangkah.
Berada pada jalan lurus nan indah.
Bukan Aku
Terkurung aku dalam penjara hatiku
Terlonta aku dalam langkah jeraku
Terbimbing aku oleh air mataku
Terlarut aku dalam derai tangisku
Yang mengajariku menerima semua kenyataan yang telah terjadi
Tak ada yang bisa kupersembahkan
Dari kesedihanku untuk kebahagianmu
Hanya bangkai senyum kepaksaan
Yang terikat sehelai petasan tangisan
Setapak demi setapak langkahku beriringan dengannya
Dan aku hanya berusaha tegar berdiri
Mencoba mengikhlaskan hati dan jiwa
Menatapmu dari jauh dengan tangan merangkul
Mengharapmu menoleh ke belakang
Meskipun engkau merasa
Oh, rasanya tak ada yang tertinggal
Hembusan Angin Surga
Masih terdengar suara merdu itu
Diantara detak jantung dan sunyi lamunanku
Diantara kerinduan dan bujukan cinta
Timbul tenggelam rasa duka
Mengalir pada arus yang sama
Sehingga sulit buatku untuk membedakannya
Semerbak wangi terbawa keangkasa
Menghiasi cakrawala dan alam semesta
Melengkapi indahnya langit hingga terwujud dalam sebuah aura
Mengharap aku mampu menggapainya
Menggapai nirwana yang berdiri tegak diatas pusara masa
Terpaku aku berdiri diantara ilalang yang membentang
Terasa hembusan angin sejuk merasuk jiwa
Seolah berkata padaku dengan suara mesra
Ya inilah angin surga
Yang dihembuskan pada setiap manusia yang terluka dan berduka
Sayang manusia tak dapat melihatnya
Perih dan getir menjadi halangan baginya
Butuh sebuah kebesaran jiwa untuk merasakannya
Apa yang dinamakan hembusan angin surge
Lalik Kongkar, pemerhati sosial minat kajian politik, sastra dan filsafat. Saat ini berdomisili di Rejeng, Kec. Lelak. Penulis juga menjadi kontributor tetap di media lokal dan nasional, di antaranya: mengeja.id, netralnews.com, intimes.com, geotimes.id, VoxNTT.com, dan cakradunia.com.