Menu

Mode Gelap
Api Prometheus I Cerpen – Aldi Rijansah Puisi Ngadi Nugroho Asmara yang Tidak Diakali Waktu Puisi Maulidan Rahman Siregar Puisi Ilham Wahyudi

Puisi · 26 Aug 2024 04:00 WIB ·

Puisi Maulidan Rahman Siregar


 Pentecast by Emil Nolde via wikiart.org Perbesar

Pentecast by Emil Nolde via wikiart.org

Pentecast by Emil Nolde via wikiart.org

Pentecast by Emil Nolde via wikiart.org

MENAHAN HATI

Mendengarkan Zalmon

menahan hati
dengan lagu orang dahulu
aku saja, menimbang waktu

aku sangat ingin bertemu
mengajakmu berperang
dengan seorang perempuan yang ketika
wajahnya kau tampar
yang kau tampar adalah wajahmu

biduk karam, kata orang dahulu
berpantun-pantun mereka menangis

malam larut di peraduan
baru bangun disuruh tidur

menahan hati
baru berpucuk, hilang badan

lagu kedua
patah di tangan

aduh, gamang bayang
aplikasi apa yang membolehkan kembali,
sayangku?

uda kanciang di rantau jauah
            uda, anjiang, uda!

malang berpantun-pantun
biarlah sedih, biarlah aduh

walau pun kau sudah meninggal dunia,
sayangku

biarlah lagu orang dahulu
mengepung masalalu

2020

KIRANA RINDU

dalam pejam, kupeluk doa
kupeluk akal, kupeluk pikir
agar pola di dalam senyummu
manis, bagai kirana pijar lampu kota

tapi, sejak praja yang diatur para politisi
selalu kau konsumsi di televisi
cinta jadi kacau ya, Tuhan

dinda, oh kau yang bermata cahaya
di mana, harus kugapai asa?
agar kau selalu ada

bahkan dalam tiada!

oh, kepulangan
oh, akar di jantung
oh teratai bunga-bunga
oh air maha segala
pedulikah engkau,
pada doa di dasar sukma?
pada dasar segala kata?

remuk, nanar, segala
luruh semesta
kau saja, kau saja segala
amiin panjang doa-doa

2019

BELAJAR AGAMA SIANG HARI

Kehidupan yang kisut beri kau ajar, biar apa
yang kau maksud, itu yang kau kejar.

Kau belajar agama siang hari, sebab,
kejahatan bisa kapan saja, dan ramalan-
ramalan, serta perempuan yang meniup
buhul, tidaklah subuh belaka.

Semuanya bermula dari televisi. Kau cari
dalilnya di youtube. Agar kau yakin, dan terus
yakin, kau intip-intip instagram. Kau
menyebut nama Tuhan, ketika paha seorang
perempuan, muncul sebagai iklan.

Bukannya taubat, kau malah jadi penulis. Kau
catat, mana pendosa, mana ulama. Mana
pendosa yang sekaligus ulama?

Kau tulis sebuah puisi, biar macam orang-orang.
Kau beri judul puisi itu belajar agama.

Jika kuboleh bertanya, agama apa yang
membolehkan sebuah kotak jadi dalil?
Ke Madrid bujang dahulu, di kampung
berguna belum. Hati sakit tegang melulu,
di jantung apa yang belum?

2018

 

Maulidan Rahman Siregar, lahir di Padang 03 Februari 1991. Menulis puisi, cerpen dan artikel musik. Bukunya yang telah terbit, Tuhan Tidak Tidur atas Doa Hamba-Nya yang Begadang (2018), dan Menyembah Lampu Jalan (2019).

Artikel ini telah dibaca 181 kali

Baca Lainnya

Puisi Yana Risdiana

31 December 2024 - 17:18 WIB

WikiArt.org

Puisi Yana Risdiana

31 December 2024 - 17:12 WIB

WikiAart.org

Puisi Andy Sri Wahyudi

22 December 2024 - 23:02 WIB

George Stefanescu, Fishes at the Japan Sea, via WikiAart.org

Puisi Muhamad Kusuma Gotansyah

15 December 2024 - 17:48 WIB

Urban Landscape, 1922 via wikiArt.org

Puisi Leya Kuan

15 December 2024 - 17:38 WIB

Willi Baumeister, Africa I, 1942 via WikiArt.org

Puisi Pringadi Abdi Surya

1 December 2024 - 06:37 WIB

Ilustrasi: Talia Bara
Trending di Puisi