Hiruk pikuk Surabaya yang sudah maju dan modern sejak saat zamanku kecil. Hujan deras membuatku melamun mengingat pada kecil, masa dimana aku tidak bekerja keras untuk mencari uang sesulit ini. Masa di mana aku masih kecil, kira-kira umur 5 tahun, aku tidak mengerti fungsi utama pendidikan. Suatu hari aku bertanya kepada mamaku di sore hari sepulang aku sekolah.
”Ma, mama,…” aku berlari kecil menghampiri mamaku yang sibuk menyulam pakaian dengan muka sedikit mengantuk.
”Ada apa, Ica? Mengapa bangun?” tanya mamaku sembari mengendongku dan menaruhku di pangkuannya dan mama meletakkan peralatan jahitnya.
”Ma, apa boleh Ica tidak sekolah, Ica pingin bermain terus,” ucapku memohon karena tahu jika aku sekolah maka bebanku semakin berat karena harus memeras otak apalagi papaku memberiku les yang kadarnya untuk anak SD yang tidak sesuai dengan usiaku.
”Tidak boleh, Ica. Ica harus sekolah, apalagi Ica sebentar lagi sudah duduk di bangku SD, jadi tidak boleh berhenti sekolah. Jadilah anak yang patuh,” ucap mama sembari mengelus kepalaku namun berkata tegas yang membuatku cemberut mendengar ucapan mama yang sepertinya tidak mengabulkan permohonanku.
”Mengapa Ica harus sekolah tinggi-tinggi sih?” tanyaku yang tidak paham mengapa kedua orang tuaku menyekolahkanku meski aku mendengar jika uang sekolah mahal.
”Biar Ica jadi anak pandai dan tidak mudah ditipu orang, Ica, Mama yakin nanti kamu sudah dewasa mengerti pentingnya kamu bersekolah hingga tinggi karena penyelesan Mama hanya satu di hidup Mama,” ucap mama membuatku bingung dan tidak mengerti.
”Pasti suatu hari Ica mengerti, sana kamu belajar menghitung saja, kalau sudah nanti Mama akan memberi kamu hadiah,” ucap mama yang membuatku menuruti perkataan mama dan turun dari pangkuan mama.
Tahun berganti tahun, kedua orang tuaku semakin mengendalikan diriku untuk mendapatkan nilai yang bagus, sering berprestasi dalam lomba-lomba dan juga mendisplinkan diriku khususnya di bidang akademis dan sikapku membuatku semakin lelah akan jalan hidupku.
Tepatnya aku saat memilih jurusan di SMA. Sudah aku putuskan aku meminta kedua orang tuaku memilih jika aku masuk kejuruan memasak atau menjahit saja karna aku saat itu berpikiran jika wanita tidak akan bisa bersekolah tinggi seperti pria pada umumnya dan jika berhasil maka ilmunya akan sia-sia setelah menikah karena mengurusi rumah tangga.
Di meja makan, saat kami sekeluarga bisa berkumpul bersama untuk makan malam, Papa memintaku untuk makan dengan tenang karena sesudah makan papa akan berbicara serius yang di mana membuatku takut akan pemohonanku.
Dan benar saja, setelah selesai makan, papa menyuruhku duduk manis mendengar obrolan seriusnya dan tidak lama itu mama ikut bergabung bersama kami.
“Ica, kamu saat ini akan memilih jurusanmu, Papa dan Mama ingin kamu mengambil jurusan IPA dan agar kamu bisa memilih jurusan di perkuliahan dengan bebas karena pada saat kamu mau kuliah, Papa dan Mama membebaskan kamu memilih jurusannya,” ucap papa yang serius berkata membuatku menyimak perkataannya sembari berpikir apakah aku menolak atau menerima.
Akhirnya aku memutuskan untuk mengikuti arahan papa dan sejak saat aku kelas XI aku masuk ke jurusan IPA, belajar dengan baik, rajin dan teratur agar bisa memilih jurusan di kuliah dengan keinginanku saat ini.
Hingga aku bisa lulus membuahkan hasil membuatku senang karena selain aku lulus di ujian negara tertinggi, aku diterima di salah satu universitas negeri yang terkenal, yang sulit dimasuki karena jurusannya. Aku diterima di jurusan yang aku sukai yaitu sekretaris.
Aku lulus sarjana dengan nilai yang tinggi dan aku juga memiliki beberapa prestasi selama kuliah, dan membuatku mudah mendapatkan pekerjaan.
Ingatanku seperti masih segar membuatku yang saat ini sudah menduduki posisi nyaman dan tinggi membuatku sadar jika pendidikan sangatlah penting sehingga melamunanku membuatku berpikir andaikan aku menolak pendidikan yang tinggi-tinggi, apakah aku bisa menjadi sekretaris impianku? Ataukah aku tidak menjadi apa-apa?
Selain itu aku juga mengingat selama aku mendapatkan nilai yang bagus di akademis, berprestasi pada saat mengikuti lomba dan juga ikut serta dalam organisasi selama aku bersekolah atau berkuliah membuatku mudah untuk mendapat fasilitas yang menggiurkan seperti beasiswa yang membuatku bantu ringankan beban pengeluaran, serta dapat tambahan uang saku dan juga aku dijamin langsung diterima pekerjaan membuatku tersadar mengenai pentingnya pendidikan dan seriusnya dalam mengapai cita-cita.
Hingga beberapa hari kemudian, aku dipanggil untuk menjadi motivator di alumi sekolah SMA-ku dan aku memberikan pidato yang membuat adik-adik kelasku bisa tersadar mengenai pendidikan.
“Aku harap kalian bisa mengikuti jejak semua orang yang sukses walau aku sadar jika kesuksesan seseorang tidak bisa diukur karena pendidikan tinggi-tinggi namun hanya sekedar mencari ilmu juga disebut pendidikan. Karena dengan pendidikan membuat kita terdidik, dan mampu berpikir kritis,” ucapku di atas mimbar dan langsung diberi tepuk tangan meriah.
Semoga kalian mengerti mengenai arti pendidikan untuk generasi muda penerus bangsa. Semoga kisahku menjadi pembelajaran bagi pelajar di Indonesia agar semangat meraih ilmu tidak pudar.(*)
Christina Sandra. Dari kecil aku menyukai dan memiliki hobi menulis dan membaca. Selain dua hobi yang menurutku menyenangkan, aku juga memiliki beberapa hobi yaitu menyanyi, desain atau edit foto dan video dan juga memahami dunia IT. Sekarang berkuliah di Universita Terbuka di Surabaya dengan mengambll jurusan S1 Matematika karena merupakan pelajaran yang cukup kuminati pada saat masih berada di bangku sekolah. Selain suka menulis cerpen dan puisi, saya juga menerbitkan beberapa novel digital di salah satu aplikasi novel yang cukup populer yang sudah mencapai sekitar dua puluh episode lebih.