Udang di Balik Bakwan
udang di balik bakwan tak pernah tahu, koruptor atau wakil rakyat mana, yang akan melumatnya. udang di balik bakwan tak bisa lekas gegas sembunyi, sebab, gigi-gigi akan senantiasa memburunya, segegas laju kota.
udang di balik bakwan pun juga tak bisa kembali ke laut, sebab, doa baik abang gorengan mematahkan kakinya,
anak si Abang mau sekolah tinggi, dan mau jadi koruptor, melanjutkan budaya kita?
2018
di rumah sakit
di rumah sakit, ibu hamil ngangkang
lakinya di kirinya, bakapnya kanan
eh, bapaknya
si ibu hamil tadi menonton yutub
cara merawat bayi
aku, di depan mereka, kaget
karena dalam ngangkangnya ibu
saya melihat seorang anak,
lucu, seperti si bapak
di bangku antrian
dekat handphone-handphone diisi ulang
dua pasang binatang pacaran
kepala si jantan, rebah
di selangkang tuan putri
dan, saya, bertanya kepada Tuhan
di mana sih, letak rasa humor?
saya ingin menangkap anak si ibu hamil
dan dua ekor binatang yang pacaran itu,
ke dalam kamera, dan mengunggahnya
di instagram, tapi saya takut, selamanya
di rumah sakit
2019
Melihat Api Berjenggot
Takbir yang kau teriaki
Dan keringat dinginmu di panas terik
Dan sendal teman yang kau pijak
Dan seruan ganti presiden
Dan tukang mizon yang tak kau dengar
Dan tukang es yang tak kau bayar
Dan Tuhanmu yang jauh, dan Tuhanmu yang jauh
Dan Tuhanmu yang ditulis dengan tanpa awalan kapital
Dan doa kepada Tuhanmu dengan aamiin yang kurang harkat
Dan aamiin yang entah sampai
Dan aamiinmu yang kau sebut ketika mengunyah permen karet
Dan aamiin temanmu, dan aamiin teman temanmu, dan amiin amiin yang cuma di hati.
Demi apa pun itu, yang ada dan menumpang di jenggotmu. Yang kulihat hanya api, semata api.
Di situ kah, artis dangdut seksi kesayanganmu kau sembunyikan?
Mei, 2018
Di wajahmu
Di wajahmu, kulihat majalah sastra
Yang tanggal kulitnya
Telanjang-telanjang dia menyusun
huruf yang berserak dari puisi.
Kau sudah tak menulis lagi?
2018
Di Situ
Aku melihat sungai di senyummu
Dan seorang ibu, cuci baju di situ
Ke tepinya sedikit
Di sungging kumis tipismu
Seorang peziarah tengah berdoa,
“semoga sampai semua semoga”
Naik ke atas, di tempat kau punya mata
Ada seorang presiden sedang masuk tivi di situ
Bicara soal bagaimana negara harusnya
Bicara bagaiamana rakyat bisa makan
Selebihnya, cahaya saja di situ
Kilau dan bahaya!
Memanjat ke atas, aku sampai di ubun-ubun.
Aku yang sembunyi di situ
Hingga kutahu, shampo apa yang kau pakai
Dan caramu membuka baju, ketika harus mandi
Bosan di atas, kuturun ke dada
Entahlah, kenapa kau begitu fasih menyebut namaku. Ada debar di situ. Kencangnya seperti kencangnya Muhammad menemui langit.
Masih, masih ada aku di situ
2018
Genit
Dari balik cadar-Mu
kau sembunyikan alam raya
kau sembunyikan surga
juga neraka-neraka
yang kau beri sedikit cuma
agama-agama yang harus
tua bersama kami, harus
mati bersama kami.
apalah kami, gudangnya celaka
banyak kali meminta
istri cantik, anak pintar, mobil-mobil
pun, kuota internet yang murah
lagi meriah
apalah kami, ka-Mu semua
ka-Mu segala
tak bolehkah kami menumpang hidup
di kaki-Mu yang kuat, kokoh, terpercaya?
2018
Di Hadapan Buku Puisi Jelek yang Sudah Berkali-kali Kau Cari Pengetahuan Di Dalamnya, yang Kau Temukan Hanya Ketidaktahuan yang Maha, dan Kau Baca Lagi, dan Kau Baca Terus.
Demi jutaan pasang mata
Dan angka-angka menuju saku-saku
Sampaikan salam kami pada buku-buku puisi yang jelek.
Maaf kami banyak-banyak
Sebab, demi halaman ke halaman
Yang kami dapat cuma
Kegetiran dan kegetiran
Semacam kau sedang menahan kentut
Dalam diskusi yang dipimpin bos kesayangan
2018
Maulidan Rahman Siregar, kolektor kotak rokok.