SONNET CONDET
Perut Haji Syiah tetiba begah, nelangsa—tak bisa kentut
dibarengi pikiran mulai kurang semenggah, lantaran
dengar kabar dari tetangga sebelah bahwa ini hari
banyak muda-mudi sekitar rumah—mendadak hijrah & ikuti
Dakwah sunnah di resto Ajwad milik Doktor Basalamah.
Apalagi setelah kajian, mereka dijamu santap petang
lewat sajian Nasi Kabsah tambah paha Lahm panggang
—makin buat dag-dig-dug isi dada kiri Haji Syiah dah.
Demi melipur panik, beliau lekas ke kamar mandi,
membuka gamisnya yang berwarna hitam arang
& hanya sisa sempak di badan, kemudian
Lekas nyemplung ke bak isi air campuran Eau de Toilette
sembari nyitir bahan taqiyyah jika tulat siang boneka Mampang
ajak main “Mugunghwa Kochi Pietsumnida”.
2022
BEKASI CIRCA 1995
Terkadang aku merasa kau dekat
seolah-olah hadir di taman depan,
menciptakan kembali masa kanak
—sebagai sesuatu manasuka
kita bisa tinggal di dalamnya:
gundu bopak, bungkus rokok
Marlboro, sejumput rumput
untuk kail semut peluru, kalung
kembang buat memberkati pintu.
Seperti kau—aku tak pernah suka
tumbuh dewasa. Aku terjerembap di dalamnya
lewat lembap rambut, basah Peditox, gabuk
ibarat telur kutu mokat di kulit kepala.
Dengar!—kita bisa mengambil kembali
wayang Cepot kau, boneka Tongki-ku yang hilang,
gitar kecil kau, & stik drum-ku yang patah
taruh sesuatu yang dibuat keroyokan &
mengerikan di dasar ruang bawah tanah
lantainya—kata kau “ialah warna pucat
dari cokelat pekat cerita di tepi Kali Bekasi”,
Kata-ku “ialah putih ganih serak tulang
di tapal batas Karawang-Bekasi”.
2022
RAWAMANGUN MUKA CIRCA 2005
Mantan dedemenan tetiba
datang lewat pintu belakang,
mengoceh panjang
perihal—sejuk angin malam.
Tawa dia
riang menggelinjang.
Lingkar matanya
serupa gadis manga,
mengundang kenang
romansa masa muda
Pascarezim orba
dilengser mahasiswa.
Suara dia yang tercekat
bersenandung di antara
segar asinan sayur Haji Mansyur
& klop aroma ayam pop Sederhana
2022
ZIARAH BULAN KE-4 DI KARET BIVAK
Barangkali belukar rindang tak buat lelaki sepertiku—terkesan
bahkan heran perihal kehilangan & jadi mantan.
Ada perempuan di depan membawa kembang
& tak lekas sadar perihal silap masa silam.
Biarkan aku membayangkan kau sekarang
di kediamanmu, dikelilingi oleh skenario teruk
& berlatih laku hidup zuhud
a la jomblo imut
Pohon apa lagi yang merencanakan pemakaman mereka sendiri?
Pohon apa yang memberi ruang bagi kepulangan sementara kita?
Kawanku yakin—penyair Chairil, mati diracun arsenik
oleh agen intelejen yang kelak mantunya
buat senewen—sastrawan Pram.
Aku mungkin setuju itu—aku mau
menghabiskan siang di kuburan
tanpa ditemani siapa pun—& merayu awan
agar muntahkan hujan,
—& sungguh aku suka itu kawan.
2022
SKENA LARA DI PERON DUA JATINEGARA
Mencintaimu adalah fitnah
yang membuat luka terbuka pada
dada kiri ini makin nganga
saat koper penuh tawa & tangis
kau dorong melewati pintu masuk
utama Stasiun Jatinegara.
Tetapi, sebelum kau pergi
dengan alamiah aku sadar diri
& menutup kedua gendang telinga,
sebab ngiang tembang Juwita Malam
bikin ini pikiran tambah tak keruan,
cukuplah saja aku dengar intuisi dari hati
& berkhayal kau kembali pulang,
kelak saat jelang Hari Lebaran
Hilang dendam, habis marah—berpelukan
hingga kawin beneran di kemudian pekan.
2022
KRONIK BUJANG MAMPANG
Saya cuma mau bilang
si abang masih edan
meski sembilan tahun berselang.
Barangkali, takhyul perihal
dedemenan hilang, benar belum luntur
di beberapa tembok gang, plang
nama jalan & batang tiang
listrik nuju kontrakan. Kau ngejogrok,
mendengarkan Sir Duke seharian
suntuk saat tetangga sebelah
seperti tak lelah menggunjing nasib
buruk—kau, si bujang bangkotan
menolak kalah lawan buncah
air muka. Saya hapal betul selera
musikmu sungguh jauh dari kampungan
sesekali kau terlihat asyik ajojing
“termiring-miring sampai dingkring”
ikuti gerak anjal ritme Hohner Clavinet
pada lagu Super=Stition Stevie Wonder
di ruang tengah rumah yang telah kau sulap
jadi diskotek saat pikiran kumat & keder
mengenang perempuan yang kau sayang,
si nona berkebaya merah dengan wajah
berseri & senyum paling semringah
Apa lacur, mujur tak bisa kau banjur, malang
telanjur kau bawa pulang—firasat tak sehat:
jiah!…si nona malah nikah sama lurah Palmerah.
2022
MITOS LUBANG BUAYA
Bayangkanlah sesuatu perihal delima
bayangkanlah sesuatu tentang cinta muntaha.
Benar sayang, sejatinya kita memang
bunyi lengkung senar tiga Fender Telecaster ’65
yang melengking pada jam 3 pagi buta.
Kau bilang “darah itu merah sayang”,
setidaknya frasa itu tak asing buat kita,
utamanya buat aku—nyaris pasi lihat deflorasi.
Setelah semua keajaiban reda,
sahih sudah, sembilan bulan ke depan
bayi pancasila lahir & diazankan
tatkala bayi lain, dimatikan
massal—tanpa talkin,
tanpa amin.
2022
Ikhsan Risfandi aka IRZI Lahir di Jakarta, 13 November. Eks gitaris Jazz yang banting gitar nulis puisi jess. Puisi-puisinya dimuat di Majalah Digital Mata Puisi, Majalah Sastra Balai Bahasa Provinsi Banten “Kandaga”, laman sastra Buruan.co, Borobudurwriters.id, Tempo.co, Bacapetra.co, Sastramedia.com, Beritabaru.co, Koran Pikiran Rakyat serta beberapa Antologi Puisi Nasional. Buku puisi pertamanya Ruang Bicara, 2019. Saat ini bergiat di Sindikat Sastra, Biasalah…