ZIARAH KE TANAH JURUAN
I/
dari balik kaca mobil, ranau jagung dan padi
menyandarkan tandan ke pinggang sepi
petani bercocok tanam dalam dadanya
untuk ribuan musim yang tak kenal cuaca
barang sepetik biji di masa panen
jauh diselamatkan dari ancaman gulma
seperti rahasia yang disejajarkan dengan sukma
matahari masih menjadi tanda yang tak ingkar
bagi kaki bayang-bayang di pematang jalan
jalan yang berliku dan kadang menanjak
memecah teka-teki arah di senyap kedua mata
o, seketika di sana—sanggul kabut putih jelita
menerjemahkan suara hati para peladang
sebelum burung sampai di sarang
II/
tiba di depan cungkup makam Raden Patah dan Siti Maryam
para pengemis duduk berjajar rapi di kanan kiri
; meminta matahari—tapi aku hanya punya hati
dari dasar saku kecil sederhana, cinta sedang berparas rupiah
kuberikan semuanya kepada mereka
karena dalam memberi, puisi jadi lebih punya arti
III/
duduk khusyuk di samping makam Raden Patah
asap kemenyan memotong benang kesuyian
harum kembang dan daun pandan
menegaskan sebentuk perjumpaan
takar nazar bertukar harapan
lembut jatuh amin di kedua telapak tangan
—niat di hari lalu telah menemukan sekutu
niat baru disusun serupa batu.
Juruan-Gapura Timur 2022
TELAH KUTULIS SURAT DI AIR HUJAN
telah kutulis surat di air hujan
kepadamu; hampa kering dada sungai
yang dicemar bor keserakahan
huruf-huruf basah pada surat itu
membentuk prasasti di sisa kerukan pasirmu
setelah beratus truk memuatnya ke kota-kota
dengan perasaan tak bersalah
huruf-huruf basah pada surat itu
menempel jadi untai benang
yang menjahit sirip sisa ikanmu
setelah yang lain ditangkap dengan potasium
atas nama api lain yang menyala di dada manusia
biarlah surat hujan ini bergerak ke hilirmu
bertemu muara dan merayakan sebentuk cinta
yang jauh dari hati manusia.
Gaptim, 2022
TUBUH KAKEK YANG LAIN
kakek merawat tanah
upaya merawat tubuhnya sendiri
lembut kelir kulitnya ditatah mata cangkul
bentang bagi kasih yang hangat terangkul
setiap biji yang ditabur
adalah pilihan antara sabar dan syukur
memijat dengan bajak, berjejak garis dalam
seperti melingkari ladang dari ancaman
ranggas bulu gulma purna dicukur sabit lengkung
cara mandi paling suci untuk hidup yang diniati
dari kandang ia jinjing kompos olahan
ditabur merata seolah parfum istimewa
begitu kakek selalu rapi berias
lewat tubuh tanah yang dirupa abdas
Gaptim, 2022
RITUAL TURUN HUJAN DI TANAH JAJAHAN
hujan baru saja reda, Fatma
jauh di jantung sungai
harum iris bunga dan daun pandan dikepung buih
ke arah liuk yang membelah kampung
ditandu arus menuju laut yang tak kau beri nama
kecuali diingat sebagai peta kusam di kedua telapak tangan
saat kau mengangkatnya bersama doa usai sembahyang
aku tahu, itu irisan bunga dan daun pandan yang tadi pagi
kau jatuhkan di jendela sebagai ritual melepas bala
cara leluhur memisah tubuh hujan dari amuk topan
kauambil dari jasad tanah yang telah ditanami tiang-tiang
—tiang-tiang yang diam-diam menodongkan senapan
hujan baru saja reda, Fatma
jika tiba bermuara ke laut biru—bunga dan daun pandan itu
akan menjelma mulut yang menukil doa para pendahulu
agar tiang-tiang di tanah kita, dibawa hujan ke dalam samudra.
Rumah FilzaIbel, 2022
Warits Rovi. Lahir di Sumenep Madura 20 Juli 1988. Karya-karyanya berupa cerpen, puisi, esai dan artikel dimuat di berbagai media antara lain: Kompas, Tempo, Jawa Pos, Horison, Media Indonesia, Republika, MAJAS, Sindo, Majalah FEMINA, dll. Memenangkan beberapa lomba karya tulis sastra. Buku Cerpennya yang telah terbit “Dukun Carok & Tongkat Kayu” (Basabasi, 2018). Buku puisinya adalah “Kesunyian Melahirkanku Sebagai Lelaki” (Basabasi, 2020). Sedangkan buku puisinya yang berjudul “Ketika Kesunyian Pecah Jadi Ribuan Kaca Jendela” memenangkan lomba buku puisi Pekan Literasi Bank Indonesia Purwokerto 2020.